Selasa, 13 September 2016

MEWUJUDKAN SISTEM SIARAN YANG BERKUALITAS, EDUKATIF DAN INFORMATIF BAGI MASYARAKAT

PENDAHULUAN
Di era digital seperti sekarang, kecanggihan teknologi memang telah berhasil mengatasi keterbatasan jarak dan waktu dengan cepat, namun disisi lain semakin mempertajam ketidakseimbangan  arus informasi (Bakri: 2003). Setiap orang dengan cepat dapat mengakses informasi dengan begitu mudah dan cepat hanya dengan menggunakan smartphone dan dengan cepat pula menyebarkan informasi tersebut dengan mudah melalui media social maupun saluran lain diruang ruang publik online. Akibatnya terjadi ripitasi informasi secara massif  sehingga sampah sampah informasi di dunia digital tidak terelakkan.

Media Massa baik cetak maupun elektronik seperti televisi dan radio kini bukan lagi menjadi neswmaker dalam dunia jurnalisme modern. Namun demikian kedua media tersebut masih menjadi media mainstream yang memiliki peranan vital dalam mempengaruhi pikiran dan prilaku masyarakat. Betapa tidak hampir semua media khususnya televisi swasta dan TV kabel (berlangganan) melakukan siaran hampir 24 jam, bahkan disaat khalayak terlelap sekalipun.

Selain karena mudah diakses dan gratis, kedekatan dan intensitas televisi membuat televise memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan karakter masyarakat secara umum.  Pesan yang diserap oleh masyarakat dari tayangan telivisi memiliki sisi positif dan tidak sedikit yang negatif. Terlebih jika pengelola siaran televise dan produsen siaran melalui Produktion House (PH) lebih mementingkan rating ketimbang pesan positif dan mendidik, maka kedendrungan televisi memberikan efek negatif kepada masyarakat semakin besar. Lihat saja misalnya tayangan infotaiment, program hiburan dan proram lainnya yang berbau mistis dan khayal yang jauh dari nilai nilai agama dan tradisi bangsa Indonesia.

Kehadiran televisi melalui pesan pesan yang disampaikannya mempengaruhi kognisi, afeksi dan psikomotor masyarakat. Televisi telah merubah cara hidup kita. Televisi mempengaruhi pendidikan dan sifat dasar komunikasi secara langsung. Karena model komunikasi yang searah dan tidak terjadi komunikasi timbalbalik antara pesan program televisi dengan masyarakat, mengakibatkan masyarakat terindotrinasi dan terpengaruh secara massif. Ide, gagasan dan pesan disampaikan berulang ulang dan terus menerus membuat ide, gagasan dan nilai dalam diri masyarakat terus terkikis dan akhirya hilang sama sekali.


PERAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID)
Penyiaran memiliki peran sebagai komunikasi massa sejatinya mempunya fungsi sebagai media komunikasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial (UU 32 2007). Penyiaran memiliki fungsi komunikasi yang beragam. Informasi terdiri dari bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll.

Undang-undang Penyiaran Nomor  32 Tahun 2002 merupakan basis konstitusi bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Spiritnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang notabene merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan modal dan kekuasaan. Ini sangat kontras dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah", member kesan yang jelas  bahwa penyiaran pada saat itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk semata-mata untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan.

Di era Reformasi dan demokratisasi di Indonesia, undang undang penyiaran mengisaratkan menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi dan gelombang elektromagnetik adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat, edukatif dan informatif.  

Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat, edukatif dan informatif adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu prinsip keberagaman isi (diversity of content) dan prinsip keberagaman kepemilikan (diversity of ownership). Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan yang dirumuskan oleh komisioner penyiaran.

Pelayanan informasi yang sehat, edukatif dan informatif berdasarkan prinsip keberagaman isi (diversity of content) adalah tersedianya informasi yang beragam bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan prinsip keberagaman kepemilikan (diversity of ownership) adalah sebuah kondisi dimana kepemilikan media massa tidak terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip Diversity of Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.

Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran lahir dengan dua spirit utama, pertama,  pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan modal, politik dan kekuasaan, karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Kedua, adalah spirit untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan. 

Sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun 2002, telah terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya pelimpahan kewenangan pengelolaan penyiaran dari  pemerintah kepada sebuah badan independen bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan untuk mempertegas bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan kekuasaan.

Semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem siaran berjaringan adalah, adanya regulasi bagi lembaga penyiaran yang ingin menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Ini dimaksudkan  untuk menjamin tidak terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi oleh pengelola siaran mainstream tertentu, selain tentunya bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal.  Sehingga dalam konteks ini, KPID memiliki peran yang sangat penting dalam mereaktualisasi peran dan fungsi KPI di tingkatan daerah guna memperkuat sistem siaran yanglebih  berkualitas, edukatif dan informatif. 








Dari Uraian diatas penulis merumuskan Visi dan Misi Sebagai berikut:

VISI
Mewujudkan Sistem Siaran yang Berkualitas, Edukatif dan Informatif bagi Masyarakat Jawa Timur

MISI
Dalam rangka mencapai Visi di atas, kami telah menentukan enam Misi yang apabila bisa dilaksanakan dengan baik, maka Visi di atas akan dapat terwujud. Misi tersebut yaitu:
  1. Meningkatkan kapasitas KPID sebagai wujud partisipasi masyarakat di bidang penyiaran
Kemampuan dan kualitas komisioner KPID secara personal dan kewibawaan KPID sebagai institusi yang mengurusi bidang penyiaran adalah sesuatu yang mutlak. Kapasitas dan kualitas komisioner dapat terus ditingkatkan seiring dengan berjalannya waktu dengan terus melakukan upgrading, capacity building dan membaca literatur bidang penyiaran. Pengalaman akan menempa para komisoner semakin tangguh dan piawai dalam mengurai persoalan yang dihadapi dalam dunia penyiaran di jawa Timur.
  1. Mendorong masyarakat untuk menjadi khalayak yang cerdas dalam menerima dan mendapatkan informasi
Karena penyiaran merupakan saluran informasi dan proses komunikasi yang searah, dimana tidak mungkin terjadi interaksi antara komunikan dan komunikator, menyebabkan efek komunikasi menjadi kurang baik jika khalayak tidak memiliki kecerdasan untuk mengkonsumsi secara bijak pesan yang diterima. Sehingga melek media dan meningkatkan literasi media penyiaran pada masyarakat mendedak untuk dilakukan. Pengaruh yang besar media penyiaran terhadap pembentukan gagasan, ide, dan prilau masyarakat perlu mendapat perhatian khusus.
Kegiatan Peningkatan cerdas media dapat dilakukan misalya dengan melaksanakan kegiatan, 1) Kegiatan literasi media  penyiaran,  baik  dalam  bentuk  kuliah  umum,  workshop,  pelatihan, pameran, seminar, pawai, talkshow, dan sejenisnya. 2) Kegiatan sosialisasi bersama  kepada  masyarakat  dan  lembaga  penyiaran.  3)  Kegiatan pemantauan  media  penyiaran,  baik  dalam  bentuk  konsultasi,  dialog, pertukaran bahan pengawasan seperti rekaman siaran, dan sejenisnya dan lain lain.
  1. Mewujudkan program siaran yang berkualitas dan mencerdaskan
Disinilah peran vital KPID sebagai kontrol dan pemantau arus informasi yang disiarkan melalui media siaran baik televisi maupun radio. Dengan kewenangan yang dimiliki,  KPID dapat memfasilitasi dan mendorong lembaga dan pengeola siaran untuk dapat menampilkan program yang berkualitas, edukatif dan informatif bagi masyarakat jawa timur.
  1. Mengembangkan sumber daya manusia penyiaran yang professional
Siaran yang berkualitas lahir dari tangan tangan sumberdaya manusia penyiaran yang berkualitas pula. Sehingga capacity building insane penyiaran juga perlu mendapatkan erhatian tersendiri terutama terhadap pengelola penyiaran komunitas komunitas agar dapat menampilan siran yang lebih berkualitas. Pemahaman terhadap Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) harus dapat dimanifestikan dalam ruang ruang siaran. 

Berdasarkan situasi enyiaran dijawa timur, Masih  banyak  masyarakat  khususnya  lembaga  penyiaran  yang belum  melaksanakan  regulasi  penyiaran  sehingga  banyak  pelanggaran yang  dilakukan.  Padahal  regulasi  penyiaran  sudah  disahkan  sejak  tahun 2002.  Adapun  beberapa  sebab  yang  melatarbelakangi  pelanggaran  oleh lembaga penyiaran antara lain:
a)  Ketidaktahuan lembaga penyiaran terhadap regulasi penyiaran.
b)  Karena  berorientasi  kepada  profit  sehingga  mendorong  unsur kesengajaan dalam melanggar regulasi penyiaran.
c)  Lembaga  penyiaran  yang  bersangkutan  kurang  teliti  dalam  membuat atau memproduksi baik iklan maupun tayangan program terhadap isi siaran.




  1. Membantu mewujudkan infrastruktur bidang penyiaran di Provinsi Jawa Timur  yang tertib dan teratur
Infrastruktur penyiaran juga perlu mendapat perhatian khusus terutama dalam hal ketertiban dan keteraturan saluran dan frekuensi siaran baik televisi maupun radio. Tujuannya agar tercipta arus informasi yang harmonis di daerah.
  1. Membangun iklim persaingan usaha yang sehat dibidang penyiaran
Sebagaimana kita ketahui bahwa ada kaitan langsung antara siaran dan bisnis. Korelasi keduanya hampir tidak dapat dipisahkan. Meski secara teori hanya lembaga penyiaran swasta yang memiliki orientasi bisnis, namun pada kenyataannya lembaga penyiaran lain baik lembaga penyiaran publik maupun lembaga penyiaran komunitas juga tidak luput dari perebutan market yang berorientasi pada keuntungan material. Ini bisa dimaklumi karena proses produksi siaran memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga perlu diatur agar tidak terjadi ketimpangan yang berlebihan. Persaingan usaha yang sehat dapat melahirkan kompitisi yang sehat antar lembaga penyiaran sehingga dapat melahirkan program da siaran yang berkualias untuk masyarakat jawa timur.

Rabu, 26 Oktober 2011

Ekskutor Muammad Khadafy

Video mengaku sebagai ekskutor Khadafy, menunjukkan cincin dan pakaian Khadafy sesaat setelah ditembak di kepala dan perutnya... Tampak di dalamnya detik2 setelah Khadafy tertangkap dan dianiaya...

Sabtu, 05 Maret 2011

Politik Sandera

Politik Sandera
Oleh M. Aliyulloh Hadi

Tampilnya partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu pada 2009 lalu, menyisakan harapan yang besar bagi masyarakat Indonesia. Tampilnya SBY untuk kedua kalinya diharapkan mampu menjadi penyelamat Indonesia sebagai nation-sate yang hampir saja menjadi negara gagal (failed state) paska runtuhnya kekuasaan orde baru. Namun, fakta politik mutakhir menyentak publik dan membuat masyarakat Indonesia pesimis terhadap masa depan politik Indonesia.

Kemenagan SBY yang diusung partai koalisi diharapkan mampu menjadi kekuatan dominan sehingga dengan mudah mampu merealisasikan program-program pemerintah yang telah dicanangkan. Tentunya demi memperbaiki kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia. Namun demikian, arus besar koalisi pendukung pemerintah ternyata tidak menjamin lahirnya pemerintahan yang kuat dan berwibawa. Kroposnya jalinan koalisi yang ada menyebabkan pemerintah seringkali disibukkan dengan manuver parlemen yang seringkali merepotkan pemerintah. Ini bisa kita saksikan misalnya dalam kasus pembentukan Pansus Century dan Pansus Mafia Pajak beberapa waktu yang lalu.

Manuver partai peserta koalisi khususnya Golkar dan PKS yang cendrung berseberangan dengan partai Demokrat dalam banyak hal membuat publik bertanya, apa sebenarnya yang terjadi dalam koalisi besar partai pendukung pemerintah? Apakah ini hanya sekedar manuver untuk menaikkan bergaining politik? Bukankah Golkar dan PKS adalah bagian dari pemerintah dimana beberapa kadernya menjadi menteri dalam pemerintahan SBY?

Demokrat sebagai partai penguasa tidak lah tinggal diam. Beberapa kali partai Demokrat menggertak partai-partai koalisi yang nakal, mulai dari ancaman reshufle kabinet, menjalin kemungkinan kemungkinan koalisi dengan partai oposisi seperti Gerindra dan PDIP, atau bahkan mengancam membubarkan Setgab yang diketuai oleh Ical, ketua umum partai Golkar. Tak jarang pula, Demokrat balik mengancam akan membongkar borok partai Golkar untuk menjinakkan keliaran mereka, seperti yang pernah terlontar oleh mantan pengacara gaek yang juga anggota DPR fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul.

Namun sepertinya, gertakan itu hanya menjadi angin lalu. Golkar dan PKS terus saja membuat repot pemerintah. Pansus Century yang dimotori Golkar dan PKS, meski tidak sampai menjungkalkan pemerintahan SBY, namun telah berhasil memukul telak citra pemerintah di mata publik. Angket pajak yang juga dimotori oleh Golkar dan PKS beberapa waktu lalu tentunya merupakan salah satu proyek besar mereka untuk menjatuhkan citra pemerintah di mata publik, kalau bahkan untuk benar-benar mendongkel pemerintahan SBY.

Sikap politik seperti ini sebenarnya sangat disayangkan. Memang dalam politik tidak ada kawan abadi. Namun dalam sistem demokrasi modern, dikotomi antara partai oposisi dengan partai koalisi tentu memiliki definisi yang jelas. Adanya dua kubu dalam pemerintahan modern tersebut merupakan sesuatu yang niscaya demi terciptanya equalibirium politik dan berjalannya check and balence dalam berdemokrasi. Oleh karena itu, kalau ada partai oposisi yang selalu menunjukkan sikap pro terhadap pemerintah, hal tersebut tentu merupakan sikap inkonsisten, begitu juga sebaliknya.

Sepertinya, manuver Golkar dan PKS yang selalu berbuat nakal, adalah bagian dari proyek pertarungan citra politik. Tentu Golkar telah belajar pada masa lalu, dimana sikap selalu pro pemerintah yang mereka lakukan pada periode sebelumnya harus mereka bayar dengan merosotnya perolehan suara dalam pemilu 2009 lalu. Karena bagaimanapun, keberhasilan pemerintah hanya akan menguntungkan bagi partai yang berkuasa, bukan bagi partai koalisi. Ini terbukti dengan kemenangan partai Demokrat pada 2009 lalu. Dan publik harus siap-siap untuk selalu menyaksikan permainan politik saling menyandera pada masa-masa berikutnya jika konfigurasi politik koalisi pemerintah paska angket pajak masih tetap sama.

Demokrat Harus Tegas
Sebagai partai penguasa, Demokrat tentu menginginkan partai peserta koalisi tetap solid dan satu suaru mendukung pemerintah. Kalau selama ini ada partai peserta koalisi yang selalu mbalelo, dan main belakang dengan pemerintah, Demokrat seharusnya berani mengambil langkah tegas, yakni dengan melakukan reshufle kabinet sebagai evaluasi komitmen koalisi serta melakukan restrukturisasi terhadap partai peserta koalisi.
Sikap tegas partai Demokrat juga akan dapat meminimalisir adegan politik saling sandra yang selama ini terjadi baik antara partai pendukung maupun partai oposisi. Indonesia jangan sampai menjadi arena barter kasus dan tukar guling kesalahan dan kelemahan masing-masing partai politik. Tradisi seperti ini hanya akan menghilangkan subtansi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.

Dukungan Gerindra dan kesan tidak solidnya PDIP saat mendukung angket pajak beberapa waktu lalu adalah sinyalemen positif bahwa sesungguhnya masih terbuka peluang bagi demokrat untuk merangkul partai-partai politik yang selama ini memilih untuk beroposisi dengan pemerintah. Demokrat sekali lagi harus berani untuk menata kembali kekuatan pendukung pemerintah di parlemen kalau tidak ingin kembali berhadapan dengan manuver-manuver liar dari partai-partai peserta koalisi. Publik sudah bosan menyaksikan sandiwara yang dipertontonkan oleh elit politik bangsa ini.