PENDAHULUAN
Di era digital seperti sekarang,
kecanggihan teknologi memang telah berhasil mengatasi keterbatasan jarak dan
waktu dengan cepat, namun disisi lain semakin mempertajam
ketidakseimbangan arus informasi (Bakri:
2003). Setiap orang dengan cepat dapat mengakses informasi dengan begitu mudah
dan cepat hanya dengan menggunakan smartphone dan dengan cepat pula menyebarkan
informasi tersebut dengan mudah melalui media social maupun saluran lain diruang
ruang publik online. Akibatnya terjadi ripitasi informasi secara massif sehingga sampah sampah informasi di dunia
digital tidak terelakkan.
Media Massa baik cetak maupun elektronik
seperti televisi dan radio kini bukan lagi menjadi neswmaker dalam dunia jurnalisme
modern. Namun demikian kedua media tersebut masih menjadi media mainstream yang
memiliki peranan vital dalam mempengaruhi pikiran dan prilaku masyarakat.
Betapa tidak hampir semua media khususnya televisi swasta dan TV kabel
(berlangganan) melakukan siaran hampir 24 jam, bahkan disaat khalayak terlelap
sekalipun.
Selain karena mudah diakses dan gratis,
kedekatan dan intensitas televisi membuat televise memiliki pengaruh yang besar
terhadap pembentukan karakter masyarakat secara umum. Pesan yang diserap oleh masyarakat dari
tayangan telivisi memiliki sisi positif dan tidak sedikit yang negatif. Terlebih
jika pengelola siaran televise dan produsen siaran melalui Produktion House
(PH) lebih mementingkan rating ketimbang pesan positif dan mendidik, maka
kedendrungan televisi memberikan efek negatif kepada masyarakat semakin besar.
Lihat saja misalnya tayangan infotaiment, program hiburan dan proram lainnya yang
berbau mistis dan khayal yang jauh dari nilai nilai agama dan tradisi bangsa
Indonesia.
Kehadiran televisi melalui pesan pesan
yang disampaikannya mempengaruhi kognisi, afeksi dan psikomotor masyarakat.
Televisi telah merubah cara hidup kita. Televisi mempengaruhi pendidikan dan
sifat dasar komunikasi secara langsung. Karena model komunikasi yang searah dan
tidak terjadi komunikasi timbalbalik antara pesan program televisi dengan
masyarakat, mengakibatkan masyarakat terindotrinasi dan terpengaruh secara
massif. Ide, gagasan dan pesan disampaikan berulang ulang dan terus menerus
membuat ide, gagasan dan nilai dalam diri masyarakat terus terkikis dan akhirya
hilang sama sekali.
PERAN
KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH (KPID)
Penyiaran memiliki
peran sebagai komunikasi massa sejatinya mempunya fungsi sebagai media
komunikasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial (UU 32
2007). Penyiaran memiliki fungsi komunikasi yang beragam. Informasi terdiri dari
bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan, dll.
Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan basis konstitusi bagi
pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Spiritnya adalah pengelolaan
sistem penyiaran yang notabene merupakan ranah publik harus dikelola oleh
sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan modal dan kekuasaan. Ini
sangat kontras dengan semangat dalam Undang-undang penyiaran sebelumnya, yaitu
Undang-undang No. 24 Tahun 1997 pasal 7 yang berbunyi "Penyiaran dikuasai
oleh negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah",
member kesan yang jelas bahwa penyiaran
pada saat itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan yang digunakan untuk
semata-mata untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan.
Di era Reformasi dan demokratisasi di Indonesia, undang undang penyiaran mengisaratkan menempatkan publik sebagai pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi dan gelombang elektromagnetik adalah milik publik dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Artinya adalah media penyiaran harus menjalankan fungsi pelayanan informasi publik yang sehat, edukatif dan informatif.
Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat,
edukatif dan informatif adalah seperti yang tertuang dalam Undang-undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yaitu prinsip keberagaman isi (diversity of content) dan prinsip
keberagaman kepemilikan (diversity of
ownership). Kedua prinsip tersebut menjadi landasan bagi setiap kebijakan
yang dirumuskan oleh komisioner penyiaran.
Pelayanan informasi yang sehat, edukatif dan
informatif berdasarkan prinsip keberagaman isi (diversity of content) adalah tersedianya informasi yang beragam
bagi publik baik berdasarkan jenis program maupun isi program. Sedangkan prinsip
keberagaman kepemilikan (diversity of
ownership) adalah sebuah kondisi dimana kepemilikan media massa tidak
terpusat dan dimonopoli oleh segelintir orang atau lembaga saja. Prinsip
Diversity of Ownership juga menjamin iklim persaingan yang sehat antara
pengelola media massa dalam dunia penyiaran di Indonesia.
Undang-undang no. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran lahir dengan dua spirit utama, pertama,
pengelolaan sistem penyiaran harus bebas
dari berbagai kepentingan modal, politik dan kekuasaan, karena penyiaran
merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
Kedua, adalah spirit untuk menguatkan
entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran
berjaringan.
Sejak disahkannya Undang-undang no. 32 Tahun
2002, telah terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di
Indonesia. Perubahan paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya
pelimpahan kewenangan pengelolaan penyiaran dari pemerintah kepada sebuah badan independen bernama
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Independen dimaksudkan untuk mempertegas
bahwa pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola
oleh sebuah badan yang bebas dari intervensi modal maupun kepentingan
kekuasaan.
Semangat yang kedua dalam pelaksanaan sistem
siaran berjaringan adalah, adanya regulasi bagi lembaga penyiaran yang ingin
menyelenggarakan siarannya di suatu daerah harus memiliki stasiun lokal atau
berjaringan dengan lembaga penyiaran lokal yang ada didaerah tersebut. Ini
dimaksudkan untuk menjamin tidak
terjadinya sentralisasi dan monopoli informasi oleh pengelola siaran mainstream
tertentu, selain tentunya bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi daerah
dan menjamin hak sosial-budaya masyarakat lokal. Sehingga dalam konteks ini, KPID memiliki
peran yang sangat penting dalam mereaktualisasi peran dan fungsi KPI di tingkatan
daerah guna memperkuat sistem siaran yanglebih berkualitas, edukatif dan informatif.
Dari Uraian diatas penulis merumuskan Visi dan
Misi Sebagai berikut:
VISI
Mewujudkan
Sistem Siaran yang Berkualitas, Edukatif dan Informatif bagi Masyarakat Jawa
Timur
MISI
Dalam rangka mencapai Visi di atas, kami telah menentukan enam Misi
yang apabila bisa dilaksanakan dengan baik, maka Visi di atas akan dapat
terwujud. Misi tersebut yaitu:
- Meningkatkan kapasitas KPID
sebagai wujud partisipasi masyarakat di bidang penyiaran
Kemampuan dan kualitas komisioner KPID secara
personal dan kewibawaan KPID sebagai institusi yang mengurusi bidang penyiaran
adalah sesuatu yang mutlak. Kapasitas dan kualitas komisioner dapat terus
ditingkatkan seiring dengan berjalannya waktu dengan terus melakukan upgrading,
capacity building dan membaca literatur bidang penyiaran. Pengalaman akan
menempa para komisoner semakin tangguh dan piawai dalam mengurai persoalan yang
dihadapi dalam dunia penyiaran di jawa Timur.
- Mendorong masyarakat untuk
menjadi khalayak yang cerdas dalam menerima dan mendapatkan informasi
Karena penyiaran
merupakan saluran informasi dan proses komunikasi yang searah, dimana tidak
mungkin terjadi interaksi antara komunikan dan komunikator, menyebabkan efek
komunikasi menjadi kurang baik jika khalayak tidak memiliki kecerdasan untuk
mengkonsumsi secara bijak pesan yang diterima. Sehingga melek media dan
meningkatkan literasi media penyiaran pada masyarakat mendedak untuk dilakukan.
Pengaruh yang besar media penyiaran terhadap pembentukan gagasan, ide, dan
prilau masyarakat perlu mendapat perhatian khusus.
Kegiatan Peningkatan
cerdas media dapat dilakukan misalya dengan melaksanakan kegiatan, 1) Kegiatan
literasi media penyiaran, baik
dalam bentuk kuliah
umum, workshop, pelatihan, pameran, seminar, pawai, talkshow,
dan sejenisnya. 2) Kegiatan sosialisasi bersama
kepada masyarakat dan
lembaga penyiaran. 3)
Kegiatan pemantauan media penyiaran,
baik dalam bentuk
konsultasi, dialog, pertukaran
bahan pengawasan seperti rekaman siaran, dan sejenisnya dan lain lain.
- Mewujudkan program siaran yang
berkualitas dan mencerdaskan
Disinilah peran vital
KPID sebagai kontrol dan pemantau arus informasi yang disiarkan melalui media
siaran baik televisi maupun radio. Dengan kewenangan yang dimiliki, KPID dapat memfasilitasi dan mendorong
lembaga dan pengeola siaran untuk dapat menampilkan program yang berkualitas,
edukatif dan informatif bagi masyarakat jawa timur.
- Mengembangkan sumber daya
manusia penyiaran yang professional
Siaran yang berkualitas
lahir dari tangan tangan sumberdaya manusia penyiaran yang berkualitas pula.
Sehingga capacity building insane penyiaran juga perlu mendapatkan erhatian
tersendiri terutama terhadap pengelola penyiaran komunitas komunitas agar dapat
menampilan siran yang lebih berkualitas. Pemahaman terhadap Pedoman Prilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) harus dapat dimanifestikan dalam
ruang ruang siaran.
Berdasarkan situasi
enyiaran dijawa timur, Masih banyak masyarakat
khususnya lembaga penyiaran
yang belum melaksanakan regulasi
penyiaran sehingga banyak
pelanggaran yang dilakukan. Padahal
regulasi penyiaran sudah
disahkan sejak tahun 2002.
Adapun beberapa sebab
yang melatarbelakangi pelanggaran
oleh lembaga penyiaran antara lain:
a) Ketidaktahuan lembaga penyiaran terhadap
regulasi penyiaran.
b) Karena
berorientasi kepada profit
sehingga mendorong unsur kesengajaan dalam melanggar regulasi
penyiaran.
c) Lembaga penyiaran
yang bersangkutan kurang
teliti dalam membuat atau memproduksi baik iklan maupun
tayangan program terhadap isi siaran.
- Membantu mewujudkan
infrastruktur bidang penyiaran di Provinsi Jawa Timur yang tertib dan teratur
Infrastruktur penyiaran juga
perlu mendapat perhatian khusus terutama dalam hal ketertiban dan keteraturan
saluran dan frekuensi siaran baik televisi maupun radio. Tujuannya agar
tercipta arus informasi yang harmonis di daerah.
- Membangun iklim persaingan
usaha yang sehat dibidang penyiaran
Sebagaimana kita ketahui
bahwa ada kaitan langsung antara siaran dan bisnis. Korelasi keduanya hampir
tidak dapat dipisahkan. Meski secara teori hanya lembaga penyiaran swasta yang
memiliki orientasi bisnis, namun pada kenyataannya lembaga penyiaran lain baik
lembaga penyiaran publik maupun lembaga penyiaran komunitas juga tidak luput
dari perebutan market yang berorientasi pada keuntungan material. Ini bisa
dimaklumi karena proses produksi siaran memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga
perlu diatur agar tidak terjadi ketimpangan yang berlebihan. Persaingan usaha
yang sehat dapat melahirkan kompitisi yang sehat antar lembaga penyiaran sehingga
dapat melahirkan program da siaran yang berkualias untuk masyarakat jawa timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar