Politik Sandera
Oleh M. Aliyulloh Hadi
Tampilnya partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu pada 2009 lalu, menyisakan harapan yang besar bagi masyarakat Indonesia. Tampilnya SBY untuk kedua kalinya diharapkan mampu menjadi penyelamat Indonesia sebagai nation-sate yang hampir saja menjadi negara gagal (failed state) paska runtuhnya kekuasaan orde baru. Namun, fakta politik mutakhir menyentak publik dan membuat masyarakat Indonesia pesimis terhadap masa depan politik Indonesia.
Kemenagan SBY yang diusung partai koalisi diharapkan mampu menjadi kekuatan dominan sehingga dengan mudah mampu merealisasikan program-program pemerintah yang telah dicanangkan. Tentunya demi memperbaiki kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia. Namun demikian, arus besar koalisi pendukung pemerintah ternyata tidak menjamin lahirnya pemerintahan yang kuat dan berwibawa. Kroposnya jalinan koalisi yang ada menyebabkan pemerintah seringkali disibukkan dengan manuver parlemen yang seringkali merepotkan pemerintah. Ini bisa kita saksikan misalnya dalam kasus pembentukan Pansus Century dan Pansus Mafia Pajak beberapa waktu yang lalu.
Manuver partai peserta koalisi khususnya Golkar dan PKS yang cendrung berseberangan dengan partai Demokrat dalam banyak hal membuat publik bertanya, apa sebenarnya yang terjadi dalam koalisi besar partai pendukung pemerintah? Apakah ini hanya sekedar manuver untuk menaikkan bergaining politik? Bukankah Golkar dan PKS adalah bagian dari pemerintah dimana beberapa kadernya menjadi menteri dalam pemerintahan SBY?
Demokrat sebagai partai penguasa tidak lah tinggal diam. Beberapa kali partai Demokrat menggertak partai-partai koalisi yang nakal, mulai dari ancaman reshufle kabinet, menjalin kemungkinan kemungkinan koalisi dengan partai oposisi seperti Gerindra dan PDIP, atau bahkan mengancam membubarkan Setgab yang diketuai oleh Ical, ketua umum partai Golkar. Tak jarang pula, Demokrat balik mengancam akan membongkar borok partai Golkar untuk menjinakkan keliaran mereka, seperti yang pernah terlontar oleh mantan pengacara gaek yang juga anggota DPR fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul.
Namun sepertinya, gertakan itu hanya menjadi angin lalu. Golkar dan PKS terus saja membuat repot pemerintah. Pansus Century yang dimotori Golkar dan PKS, meski tidak sampai menjungkalkan pemerintahan SBY, namun telah berhasil memukul telak citra pemerintah di mata publik. Angket pajak yang juga dimotori oleh Golkar dan PKS beberapa waktu lalu tentunya merupakan salah satu proyek besar mereka untuk menjatuhkan citra pemerintah di mata publik, kalau bahkan untuk benar-benar mendongkel pemerintahan SBY.
Sikap politik seperti ini sebenarnya sangat disayangkan. Memang dalam politik tidak ada kawan abadi. Namun dalam sistem demokrasi modern, dikotomi antara partai oposisi dengan partai koalisi tentu memiliki definisi yang jelas. Adanya dua kubu dalam pemerintahan modern tersebut merupakan sesuatu yang niscaya demi terciptanya equalibirium politik dan berjalannya check and balence dalam berdemokrasi. Oleh karena itu, kalau ada partai oposisi yang selalu menunjukkan sikap pro terhadap pemerintah, hal tersebut tentu merupakan sikap inkonsisten, begitu juga sebaliknya.
Sepertinya, manuver Golkar dan PKS yang selalu berbuat nakal, adalah bagian dari proyek pertarungan citra politik. Tentu Golkar telah belajar pada masa lalu, dimana sikap selalu pro pemerintah yang mereka lakukan pada periode sebelumnya harus mereka bayar dengan merosotnya perolehan suara dalam pemilu 2009 lalu. Karena bagaimanapun, keberhasilan pemerintah hanya akan menguntungkan bagi partai yang berkuasa, bukan bagi partai koalisi. Ini terbukti dengan kemenangan partai Demokrat pada 2009 lalu. Dan publik harus siap-siap untuk selalu menyaksikan permainan politik saling menyandera pada masa-masa berikutnya jika konfigurasi politik koalisi pemerintah paska angket pajak masih tetap sama.
Demokrat Harus Tegas
Sebagai partai penguasa, Demokrat tentu menginginkan partai peserta koalisi tetap solid dan satu suaru mendukung pemerintah. Kalau selama ini ada partai peserta koalisi yang selalu mbalelo, dan main belakang dengan pemerintah, Demokrat seharusnya berani mengambil langkah tegas, yakni dengan melakukan reshufle kabinet sebagai evaluasi komitmen koalisi serta melakukan restrukturisasi terhadap partai peserta koalisi.
Sikap tegas partai Demokrat juga akan dapat meminimalisir adegan politik saling sandra yang selama ini terjadi baik antara partai pendukung maupun partai oposisi. Indonesia jangan sampai menjadi arena barter kasus dan tukar guling kesalahan dan kelemahan masing-masing partai politik. Tradisi seperti ini hanya akan menghilangkan subtansi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Dukungan Gerindra dan kesan tidak solidnya PDIP saat mendukung angket pajak beberapa waktu lalu adalah sinyalemen positif bahwa sesungguhnya masih terbuka peluang bagi demokrat untuk merangkul partai-partai politik yang selama ini memilih untuk beroposisi dengan pemerintah. Demokrat sekali lagi harus berani untuk menata kembali kekuatan pendukung pemerintah di parlemen kalau tidak ingin kembali berhadapan dengan manuver-manuver liar dari partai-partai peserta koalisi. Publik sudah bosan menyaksikan sandiwara yang dipertontonkan oleh elit politik bangsa ini.
Manuver partai peserta koalisi khususnya Golkar dan PKS yang cendrung berseberangan dengan partai Demokrat dalam banyak hal membuat publik bertanya, apa sebenarnya yang terjadi dalam koalisi besar partai pendukung pemerintah? Apakah ini hanya sekedar manuver untuk menaikkan bergaining politik? Bukankah Golkar dan PKS adalah bagian dari pemerintah dimana beberapa kadernya menjadi menteri dalam pemerintahan SBY?
Demokrat sebagai partai penguasa tidak lah tinggal diam. Beberapa kali partai Demokrat menggertak partai-partai koalisi yang nakal, mulai dari ancaman reshufle kabinet, menjalin kemungkinan kemungkinan koalisi dengan partai oposisi seperti Gerindra dan PDIP, atau bahkan mengancam membubarkan Setgab yang diketuai oleh Ical, ketua umum partai Golkar. Tak jarang pula, Demokrat balik mengancam akan membongkar borok partai Golkar untuk menjinakkan keliaran mereka, seperti yang pernah terlontar oleh mantan pengacara gaek yang juga anggota DPR fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul.
Namun sepertinya, gertakan itu hanya menjadi angin lalu. Golkar dan PKS terus saja membuat repot pemerintah. Pansus Century yang dimotori Golkar dan PKS, meski tidak sampai menjungkalkan pemerintahan SBY, namun telah berhasil memukul telak citra pemerintah di mata publik. Angket pajak yang juga dimotori oleh Golkar dan PKS beberapa waktu lalu tentunya merupakan salah satu proyek besar mereka untuk menjatuhkan citra pemerintah di mata publik, kalau bahkan untuk benar-benar mendongkel pemerintahan SBY.
Sikap politik seperti ini sebenarnya sangat disayangkan. Memang dalam politik tidak ada kawan abadi. Namun dalam sistem demokrasi modern, dikotomi antara partai oposisi dengan partai koalisi tentu memiliki definisi yang jelas. Adanya dua kubu dalam pemerintahan modern tersebut merupakan sesuatu yang niscaya demi terciptanya equalibirium politik dan berjalannya check and balence dalam berdemokrasi. Oleh karena itu, kalau ada partai oposisi yang selalu menunjukkan sikap pro terhadap pemerintah, hal tersebut tentu merupakan sikap inkonsisten, begitu juga sebaliknya.
Sepertinya, manuver Golkar dan PKS yang selalu berbuat nakal, adalah bagian dari proyek pertarungan citra politik. Tentu Golkar telah belajar pada masa lalu, dimana sikap selalu pro pemerintah yang mereka lakukan pada periode sebelumnya harus mereka bayar dengan merosotnya perolehan suara dalam pemilu 2009 lalu. Karena bagaimanapun, keberhasilan pemerintah hanya akan menguntungkan bagi partai yang berkuasa, bukan bagi partai koalisi. Ini terbukti dengan kemenangan partai Demokrat pada 2009 lalu. Dan publik harus siap-siap untuk selalu menyaksikan permainan politik saling menyandera pada masa-masa berikutnya jika konfigurasi politik koalisi pemerintah paska angket pajak masih tetap sama.
Demokrat Harus Tegas
Sebagai partai penguasa, Demokrat tentu menginginkan partai peserta koalisi tetap solid dan satu suaru mendukung pemerintah. Kalau selama ini ada partai peserta koalisi yang selalu mbalelo, dan main belakang dengan pemerintah, Demokrat seharusnya berani mengambil langkah tegas, yakni dengan melakukan reshufle kabinet sebagai evaluasi komitmen koalisi serta melakukan restrukturisasi terhadap partai peserta koalisi.
Sikap tegas partai Demokrat juga akan dapat meminimalisir adegan politik saling sandra yang selama ini terjadi baik antara partai pendukung maupun partai oposisi. Indonesia jangan sampai menjadi arena barter kasus dan tukar guling kesalahan dan kelemahan masing-masing partai politik. Tradisi seperti ini hanya akan menghilangkan subtansi demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Dukungan Gerindra dan kesan tidak solidnya PDIP saat mendukung angket pajak beberapa waktu lalu adalah sinyalemen positif bahwa sesungguhnya masih terbuka peluang bagi demokrat untuk merangkul partai-partai politik yang selama ini memilih untuk beroposisi dengan pemerintah. Demokrat sekali lagi harus berani untuk menata kembali kekuatan pendukung pemerintah di parlemen kalau tidak ingin kembali berhadapan dengan manuver-manuver liar dari partai-partai peserta koalisi. Publik sudah bosan menyaksikan sandiwara yang dipertontonkan oleh elit politik bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar