Senin, 29 November 2010

IF I WERE INDONESIAN PRESIDENT (part 2) (PENGELOLAAN SUMBER DAYA DAN KEKAYAAN ALAM)

IF I WERE INDONESIAN PRESIDENT (part 2)
(PENGELOLAAN SUMBER DAYA DAN KEKAYAAN ALAM)
Oleh M. Aliyulloh Hadi

POTENSI INDONESIA
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam sangat berlimpah. Tanah di Indonesia merupakan salah satu tanah tersubur di dunia. Hampir semua tumbuhan di dunia bisa tumbuh dengan subur di tanah Indonesia. Selain itu, di dalam tanah Indonesia terkandung berbagai suumberdaya mineral seperti, emas, timah, baja, gas, minyak, batu bara dan sumberdaya mineral lainnya yang juga sangat melimpah.

Di samping itu, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.504 pulau dengan luas wilayah perairan mencapai 5,8 juta km2 dan panjang pantai 95,181 km. Indonesia merupakan negara nomor empat terpanjang pantainya yang memiliki 75% wilayah berupa lautan. Di dalam laut Indonesia terkandung berbagai kekayaan laut seperti terumbu karang (14 persen dari terumbu karang dunia), minyak, dan terdapat 2500 jenis ikan hidup di perairan Indonesia.

Indonesia yang terletak di antara dua benua, Asia dan Australia serta berada di antara dua Samudera, Pasifik dan Hindia memiliki potensi unggulan yang sangat strategis ditinjau dari sudut geopolitik, geostrategi dan geoekonomi serta merupakan kawasan yang dinamis dalam percaturan politik, ekonomi, budaya dan pertahanan.

Indonesai juga memiliki sumberdaya manusia yang besar. Jumlah penduduk Indonesia, berdasarkan sensus penduduk 2010, mencapai 235 juta jiwa (BPS: 2010). Jumlah penduduk Indonesai tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah, Cina, India dan Amerika Serikat.

KONDISI OBJEKTIF INDONESIA
Namun demikian, kekayaan sumberdaya alam di Indonesia ternyata tidak membuat rakyat Indonesia hidup makmur dan sejahtera. Kemiskinan di Indonesia mencapai 14-15 % atau sekitar 34 juta jiwa. Disamping itu, Pengangguran di Indonesia kini mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dari total angkatan kerja di Nusantara sebanyak 116 juta orang (BPS: 2010). Bahkan lebih  na’as lagi data yang dilansir oleh Bank Dunia, orang miskin di Indonesia mencapai 120 juta jiwa (Na’udzubillah)

Dengan tingkat kesuburan tanah yang luar biasa ditambah dengan kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah Indonesia, tidak selayaknya para petani kita selalu bernasib buruk dan tidak dapat bangkit dari kemiskinan. Demikian juga dengan para nelayan Indonesia hidup dalam keterbatasan ekonomi yang memilukan, meski hidup di daerah bahari Indonesia yang luas dan memiliki kekayaan berbagai varietas ikan yang terkandung di dalam lautan Indonesia.

Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia juga bisa dibilang sangat payah. Dari total 235 penduduk Indonesia, hanya ada 23 ribu yang sudah mendapat gelar S-3 atau tidak sampai 1 persen, dan 2.200 orang diantaranya bergelar Profesor. Padahal Filipina yang jumlah populasi penduduknya sekitar 18 juta jiwa, warga Filipina yang bergelar PhD mencapai Rp14.000 orang. Belum lagi Singapore, dan Malaysia.


SUMBER KEKAYAAN INDONESIA DIKUASAI OLEH BANGSA ASING
Sejak orde lama tumbang di era tahun 70 - an bersamaan dengan munculnya rezim orde baru, Perusahan asing baik dari Amerika dan Eropa dengan sangat leluasa mencaplok dan mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Sumberdaya alam yang dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing, menurut data yang dimuat dalam majalah Forbes, menjadi perusahaan-perusahaan yang masuk 10 besar terkaya di dunia antara lain:

1. Exxon Mobil, pendapatan $390.3 billion/tahun, gaji CEO, Rex W. Tillerson, $4.12M/tahun
3. Shell, pendapatan $355.8 billion/tahun, gaji CEO, Jeroen van der Veer, €7,509,244
4. British Petroleum, pendapatan $292 billion/tahun, gaji CEO, Tony Hayward, $4.73M
6. Total S.A., pendapatan $217.6
7. Chevron Corp., pendapatan 214.1 billion/tahun, gaji CEO, David J. O’Reilly, $7.82M
10. ConocoPhillips, pendapatan $187.4 billion/tahun, gaji CEO, James Mulva, $6.88M

Total dari perusahaan itu saja (10 perusahaan teratas versi Forbes 500) yang juga beroperasi di Indonesia mengelola kekayaan alam kita, itu US$ 1.655 milyar atau sekitar 17 ribu trilyun/tahun. Di antaranya berasal dari kekayaan alam Indonesia. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2010 yang hanya mencapai Rp Rp 1.047,7 triliun. Dari data di atas, cukup aneh jika Indonesia yang katanya untuk Migas dapat 85% (kalau Pertambangan lain Indonesia memang cuma dapat 15%) dan asing cuma 15% ternyata dapat tidak lebih dari Rp 350 trilyun/tahun dari Migas sementara 6 perusahaan migas tersebut yang “cuma” dapat 15% bisa mendapat Rp 17.000 Trilyun! Atau 5.600% lebih! Itu belum dari berbagai perusahaan lain seperti Freeport, Newmont, BHP, dsb yang menguasai emas, perak, tembaga, nikel, dsb di Indonesia. Bisa jadi total penerimaan mereka sekitar Rp 30 Ribu Trilyun/tahun. (http://juhernaidy.blogspot.com/2010/02/selama-kekayaan-alam-dirampas-asing.html)

AGENDA STRATEGIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA
  1. Presiden akan menasionalisasi seluruh sumberdaya alam Indonesia yang dikuasai oleh perusahaan asing, karena telah melakukan penipuan besar-besaran terhadap bangsa Indonesia.
  2. Presiden akan menginstruksikan kepada para Doktor dan Profesor serta para Profesional Indonesia yang bekerja di luar negeri/atau di perusahaan-perusahaan asing untuk bekerja di BUMN nasioanal dan akan memberikan gaji sebesar gaji yang mereka terima saat bekerja di luar negeri/ perusahaan-perusahaan asing sebelumnya.
  3. Presiden akan melakukan revolusi sistemik terhadap perusahaan-perusahaan Negara dan BUMN, sebagaimana telah dilakukan juga pada sistem aparatur birokrasi dan pemerintahan.
  4. Presiden akan bekerjasama dengan negara lain yang bersedia untuk menjadi tenaga Ahli dalam mengeksplorasi kekayaan dan sumberdaya alam Indonesia, apabila SDM Indonesia belum sanggup melakukan pengelolaan secara mandiri, namun pengelolaannya tetap berada di bawah BUMN.
  5. Presiden akan memanfaatkan hutan untuk lahan pertanian strategis secara massal guna memperkuat ketahan pangan nasional serta membuka lapangan kerja baru bagi masyarakay Indonesia.
  6. Presiden akan secara tegas tanpa pandang bulu, menindak dan menghukum para pelaku illegal logging dan illegal fishing yang beroperasai di wilayah kedaulatan NKRI, baik yang dilakukan oleh WNI lebih-lebih yang dilakukan oleh WNA.
  7.  Presiden akan menyekolahkan 1000 anak-anak terbaik bangsa Indonesia ke luar negeri untuk belajar ilmu nuklir, telekomunikasi, perkapalan, antariksa, pertambangan, pertanian, kehutanan, kelautan dll, sebagai usaha untuk alih tekhnologi modern ke Indonesia.
Dalam jangka 10 hingga 20 tahun ke depan, Indonesia diharapkan akan menjadi negara Importir terbesar dan terkaya di Dunia dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi serta pendidikan yang berkualitas.

Apabila dalam jangka waktu DUA TAHUN Presiden tidak mampu merealisasikan agenda-agenda tersebut di atas, maka presiden akan mengundurkan diri.. Terima Kasih.

Minggu, 28 November 2010

IF I WERE INDONESIAN PRESIDENT (part 1) (PEMBERANTASAN KORUPSI)

IF I WERE INDONESIAN PRESIDENT (part 1) 
(PEMBERANTASAN KORUPSI)
Oleh M. Aliyulloh Hadi

Asal kata Korupsi

Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi. (Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Korupsi)

Beberapa Definisi Korupsi
Supaya tidak terjadi kerancuan dalam mendefinisikan kata korupsi berikut kutipan definisi korupsi
  1. Korup : busuk; palsu; suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991).
  2. Korupsi: buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002).
  3. Korupsi : kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian(The Lexicon Webster Dictionary, 1978).
  4. Korupsi: penyuapan; pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1991).
  5. Korupsi: penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Hukum, 2002).
  6. Berdasarkan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah:
  1. pasal 2 ayat (1) : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
  2. pasal 3 : “Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Agenda Pemberantasan Korupsi
Korupsi telah menjadi lintah yang menghisap pundi-pundi keuangan Negara. Korupsi telah membuat rakyat Indonesia sengsara, miskin, bodoh dan tertinggal. Melakukan korupsi sama dengan membunuh rakyat Indonesia secara pelan-pelan. Kekayaan Indonesia yang melimpah tidak banyak dinikmati oleh bangsa Indonesia karena selalu saja terjadi kebocoran-kebocoran yang merugikan Negara.

Korupsi telah menjadi budaya dan tradisi hampir seluruh level birokrasi pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Karena sudah menjadi budaya maka prilaku korupsi terjadi secara terpola sistematis dan massif. Dalam konteks birokrasi, hampir semua level jabatan struktural mulai pegawai rendahan hingga pejabat esolon I memilki kecendrungan untuk melakukan korupsi. Singkatnya, korupsi dalam birokrasi dan pemerintahan telah menjadi kebiasaan turun temurun antar generasi.

Lembaga-lembaga penegak hukum juga mengalami kemerosotan dalam hal penegakan hukum. Banyaknya MARKUS (makelar kasus), MARKUM (makelar hukum) turut memperburuk kinerja lembaga-lembag penegak hukum baik Kejaksaan, Pengadilan maupun Kepolisian. Kasus mutakhir adalah terbongkarnya makelar pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, pegawai pajak golongan III A ini ternyata memiliki kekayaan ratusan milyar rupiah dari hasil korupsi di Departemen Pajak.

Program Pemberantasan Korupsi
Fakta bahwa korupsi telah berakar dan berurat saraf serta menjadi budaya dan tradisi yang tepola, sistematis dan massif, maka pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan dengan sekedar membentuk KPK, membuat undang-undang Tipikor dan menyasak para pelaku korupsi. Hal tersebut karena semua level birokrasi di Indonesia bahkan lembaga penegak hukum di Indonesia telah terinfeksi prilaku dan tindakan koruptif secara akut.

Oleh sebab itu, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara radikal dan menyeluruh terhadap semua variable yang menyebabkan terjadinya praktik-praktik korupsi. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Presiden Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Presiden akan memipin langsung pemberantasan korupsi di Indonesia.
  2. Presiden akan melakukan regenerasi secara revolusiner terhadap aparat birokrasi dan pemeriantahan.
  3. Presiden akan menyita harta kekayaan pejabat yang melampaui batas kekayaan yang telah ditentukan (akan ada standarisasi harta kekayaan pejabat negara).
  4. Karena korupsi sudah menjadi tradisi yang sistemik, maka Presiden akan mempensiunkan dini para pejabat pejabat tua di semua birokrasi pemerintahan dan menggantinya dengan generasi muda baru yang belum terkontaminasi oleh kebiasaan dan prilaku korup dalam birokrasi dan Pemerintahan.
  5. Pemerintah akan menanggung dan memelihara kehidupan para pejabat yang sudah pensiun, tentu dalam kepatutan hidup yang bersahaja, karena Negara dalam proses revolusi sistemik.
  6. Presiden bersama menteri Pembemberdayaan Aparatur Negara akan mengawal terbentuknya generasi baru dalam birokrasi dan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel.
  7. Presiden akan memecat secara tidak hormat serta memiskinkan para pejabat yang baru diangkat apabila terbukti melakukan tindak pidana korupsi, dengan cara menutup seluruh akses ekonomi politik bagi para koruptor.
Bila dalam waktu SATU TAHUN Presiden tidak bisa melakukan revolusi sistemik terhadap aparat birokrasi dan pemerintah, maka Presiden akan mengundurkan diri. Wallahu’alam…

Senin, 22 November 2010

Ini Gelarku, Mana Gelarmu?

Ini Gelarku, Mana Gelarmu?
Oleh M. Aliyulloh Hadi

Beberapa bulan yang lalu sempat menggelinding wacana pemberian gelar pahlawan kepada SBY. Wacana ini tentu sangatlah kontroversial ditengah persoalan multi dimensional yang mendera bangsa Indonesia. Adalah Ricky Rachmadi, direktur ekskutif "Center for Information and Development Studies" (Cides), yang menggelindingkan wacana perlunya memberikan gelar "pahlawan kesejahteraan" kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasan yang dikemukakannya adalah perlunya bagi SBY memiliki 'legasi' (karya-karya besar) untuk ditinggalkan agar dikenang sepanjang masa. Usulan tersebut tentunya sangat kontroversial di tengah kondisi bangsa yang dirundung problem sosial-ekonomi tak berkesudahan. Beberapa orang dekat presiden menyambut baik wacana tersebut, namun juga tidak sedikit yang menolaknya mentah mentah dan menganggapknya sebagai wacana sampah serapah.

Parameter yang diajukan oleh Rickypun terkesan sangat dangkal dan asal asalan. Berbagai program SBY yang pro peningkatan kesejahteraan rakyat, di antaranya pemberian dana Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dianggap sebagai keberhasilan SBY dalam mengurangi jumlah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Memang benar pemerintahan di bawah SBY memiliki sejumlah program pro rakyat yang telah berjalan di seluruh Indonesia. Namun menyimpulkan program-program tersebut telah berhasil mensejahterakan rakyat merupakan kesimpulan yang tergesa-gesa. Ini bisa kita lihat dari belum adanya indikator keberhasilan program tersebut dalam mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Sebagaimana dilansir oleh BPS (2010), angka kemiskinan di Indonesia mencapai 14,15 persen, tidak jauh berbeda dengan persentase jumlah kemiskinan di tahun-tahun sebelumnya. Angka pengangguran pun masih cukup tinggi berada dikisaran 7,87 persen. Dana yang digunakan dalam program-program tersebut pun sebagian besar merupakan dana yang bersumber dari hutang negara.

SBY memang memiliki banyak prestasi bagi bangsa ini, terutama dalam proses demokratisasi dan stabilitas keamanan nasional. Namun SBY bukannya tanpa masalah. Utang Indonesia saat ini berjumlah Rp 1.625 triliun dan rezim SBY jadi pengutang terbesar. Meskipun sudah merdeka sejak 1945, Indonesia ternyata masih terbelenggu utang yang sangatlah besar. Dengan utang sebesar itu, setiap bayi indonesia yang lahir dan selamat harus menanggung utang Rp 7,5 juta. Indikator pertumbukan makro ekonomi kita memang kelihatannya bagus, namun perhatikanlah anjloknya mikro ekonomi nasional bangsa ini. Bukankah jumlah kemiskinan di negeri ini masih teramat tinggi. Lantas,dimana subtansi rencana pemberian gelar"pahlawan kesejahteraan" itu? Bukankah bangsa ini sejatinya belum sejahtera?

Di sisi lain, kondisi kesejahteraan aparatur negara cendrung mengalami kenaikan yang signifikan. Gaji presiden dan pejabat tinggi negara lainnya di tahun 2010 naik rata-rata 20 persen. Ini menjadi ironi di tengah kondisi masih banyak rakyat Indonesia yang untuk makan saja susahnya minta ampun, bahkan ada yang sampai berani mencuri rel kerata api untuk sekedar membeli beras, sungguh ironis. Masyarakat akan menilai, layakkah gelar "bapak kesejahteraan" itu? Karena faktanya, saat ini hanya "sang bapak" yang sejahtera.

Kekuatan Simbol
Sebagaimana kita ketahui bahwa di antara lima mantan presiden, ada dua orang yang mendapat gelar kehormatan secara resmi. Mereka adalah Soekarno yang digelari Pahlawan Proklamator dan Soeharto yang diberi predikat Bapak Pembangunan. Penganugerahan gelar pahlawan proklamator kepada Soekarno tersebut terjadi di era pemerintahan Soeharto berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres)No 81 Tahun 1986. Melalui keppres tersebut, gelar pahlawan proklamator juga dianugrahkan kepada Mohammad Hatta, yang sekaligus memperoleh gelar sebagai bapak koperasi Indonesia. Sementara itu, mantan Presiden Soeharto dianugerahi gelar Bapak Pembangunan Republik Indonesia melalui Tap MPR No V Tahun 1983.

Legasi atau pemberian simbol kepada presiden yang sedang menjabat bukan hanya tidak tepat, tapi juga berbahaya. Apalagi wacana pemberian gelar "bapak kesejahteraan"bagi SBY muncul di tengah kehidupan rakyat indonesia yang serba sulit, jauh dari sejahtera. Gelar tersebut bukan hanya akan menjadi beban moral bagi SBY sendiri dalam bekerja, namun juga bagi bangsa indonesia secara umum dalam menilai kinerja pemerintah.

Simbol bukanlah sesuatu yang biasa. Simbol memiliki kekuatan magic yang mampu mengkooptasi pikiran manusia. Dari sejarah kita berkaca bagaimana kuatnya simbol itu. Bagaimana Gandhi menjadi simbol perlawanan rakyat India, bagaimana Che Guevara menjadi simbol perlawanan kaum sosialis kiri di Amerika Latin, dan bagaimana Mandela menjadi simbol perjuangan rakyat Afrika di era apartheid. Simbol adalah akumulasi dari nilai yang diperjuangkan secara continue, konsisten dan mengkristal menjadi instrumen pemersatu sebuah gerakan. Simbol bukan lah sesuatu yang taken for granted yang dengan mudah disematkan dipundak seseorang. Simbol adalah pengakuan dan predikat yang diberikan oleh rakyat karena jasa dan prestasinya.

Sebenarnya ada banyak pintu bagi seorang tokoh untuk mendapatkan gelar. Ada gelar resmi yang diberikan oleh Negara, dianugerahkan oleh tokoh lain dan ada pula gelar yang merupakan aspirasi masyarakat terhadap jasa dan pengorbanan seseorang. Namun dalam konteks negara demokrasi, seorang presiden tidak sepatutnya menjadi simbol terhadap apa yang sedang ia upayakan. Seorang presiden bekerja untuk mensejahterakan rakyatnya. Kalau hasil kinerjanya sudah dinilai sebelum pekerjaannya tuntas, maka buat apa kemudian seorang presiden itu bekerja, toh hasilnya sudah dinilai "berhasil" mensejahterakan rakyatnya.logika sederhana ini kiranya cukup untuk membantah bahwa simbolisasi presiden dengan menganugrahkan gelar "bapak kesejahteraan" di saat masih menjabat merupakan salah satu produk sesat pikir.

Akhirnya, usulan penganugrahan gelar "bapak kesejahteraan" oleh seseorang atau lembaga tertentu memang tidak dilarang dan itu sah sah saja. Namun ada baiknya kita berpikir secara lebih jernih tentang signifikansi gelar tersebut bagi bangsa dan negara. Tentu sangat disayangkan jikalau usulan itu hanyalah merupakan lips service atau hanya manuver politik belaka, terlebih usulan tersebut muncul dari bibir salah seorang fungsionaris partai politik peserta koalisi pemerintah yang terkenal piawai memainkan positioning dan bargaining politik. walluhu a'lam...

Sabtu, 20 November 2010

Bangsa Tanpa Identitas

Bangsa Tanpa Identitas
M. Aliyulloh Hadi

Secara Historis, dari aspek kepercayaan, konon nusantara dulunya merupakan penganut dinamisme dan animisme. Ketika terjadi migrasi bangsa india dan cina yang beragama Hindu dan Budha, bangsa nusantara kebanyakan menjadi penganut dua agama tersebut. Demikian juga ketika Islam dan Kristen masuk ke nesantara lewat pedagang muslim dan misionaris eropa di era kolonial, bangsa nusantara pun kebanyakan beralih agama menjadi penganut Islam dan Kristen hingga hari ini. Agama yang di anut bangsa nusantara paska konversi agama juga mempengaruhi terhadap kebudayaan dan tradisi bangsa nusantara.

Agama dari luar nusantara yang dianut juga memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan sosial politik bangsa nusantara. Kerajaan-kerajaan yang pernah tumbuh dan berkembang di nusantara hampir semuanya memiliki embel-embel agama tertentu. Nusantara misalnya pernah memiliki Kerajaan Hindu, Kerajaan Budha, Kesultanan Islam bahkan negara nusantara modern, Republik Indonesia, merupakan sistem kenegaraan yang bukan produk geneologis pemikiran bangsa nusantara.

Singkatnya, sebagai bagian dari bangsa nusantara, apa yang kita ikuti hari ini, baik itu tata nilai, ajaran, budaya, tradisi, sistem negara, agama dan lain-lain, bukanlah produk bangsa nusantara sendiri. Hampir semuanya merupakan turunan dari induk peradaban yang datang ke nusantara ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, baik itu Hinduisme, Budhaisme, Islamisme ataupun Humanisme Eropa. Bisa dikatakan kita ini bangsa yang mudah mengikuti dan terpengaruh oleh sesuatu yang sifatnya impor. Disadari atau tidak, hampir semua relung-relung kehidupan bangsa Indonesia adalah imitasi. Demokrasi imitasi, Relijiusitas imitasi, sistem pendidikan imitasi, life style imitasi, dan imitasi-imitasi lainnya, yah palsu.

Dalam konteks Indonesia modern, sepertinya kebudayaan barat, dengan sifat kebudayaannya yang ekspansif, memiliki peran dominan dalam mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia. Kita bisa saksikan bagaimana kebudayaan tersebut menyeruak di tengah-tengah bangsa Indonesia dengan sistematis dan massif. Lihat saja, gaya hidup bangsa Indonesia hari ini, lihat saja cara berpakain kaum muda bangsa ini, tengok saja pergaulan remaja masa kini, sudah menyerupai apa yang mereka tiru di TV. Bahkan hampir tidak ada bedanya.

Kalau begitu, apa yang dipunyai bangsa ini? Apa yang bisa diandalkan bangsa ini? Apa yang dapat kita banggakan sebagai sebuah bangsa? Bukankah sebenarnya kita tidak memiliki apa-apa, tidak memiliki sesuatu yang berharga? Tidak memiliki kontribusi apa-apa kepada dunia? Wong bisanya hanya meniru dan terpengaruh oleh sesuatu yang datang dari luar rumah kita? Tidak mampu menciptakan sesuatu yang berharga untuk kita ikuti dan kita pegang teguh sebagai bangsa yang katanya besar.

Tapi sebagai sebuah bangsa, apakah kita mau disebut sebagai bangsa dengan identitas imitasi, identitas comot sana comot sini, identitas pengikut, dan tentunya identitas bangsa inferior yang hanya bisa mengikuti dan dipengaruhi oleh identitas bangsa lain? Tapi kan faktanya memang begitu, kita ini bangsa yang latah, bangsa yang mudah meniru. Entahlah…

Jumat, 19 November 2010

TKI dan Poblem Sosial-Politik Bangsa

TKI dan Poblem Sosial-Politik Bangsa
Oleh M. Aliyulloh Hadi

Biadab !!! itulah kata yang pantas diucapkan ketika kita mendengar dan melihat bagaimana sadisnya penyiksaan yang dialami oleh saudara kita se-bangsa dan se-tanah air yang mencari hidup dengan menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Nasib pilu tersebut sudah seringkali kita saksikan menimpa para TKW yang mayoritas bekerja di sektor informal (pembantu rumah tangga). Penyiksaan tersebut sangat bermacam-macam, mulai dari caci maki, penyekapan, hingga penyiksaan secara fisik seperti disetrika, disiram dengan air atau minyak yang sedang mendidih, dipukul, diperkosa, digunting, hingga dibunuh.

Kasus kekerasan terakhir yang terjadi sebelum iedul Adha 2010 kemarin misalnya, menimpa Kikim Komalasari, TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi digorok lehernya oleh majikannya sendiri dan mayatnya dibuang di tempat sampah. Begitu juga kasus yang menimpa sumiati, TKW asal Dopu TNB, yang mendapat pemberitaan sangat luas akhir-akhir ini, harus merelakan bibir bagian atasnya karena digunting oleh majikannya sendiri.

Anehnya, meski kekerasan fisik tersebut terjadi secara berulang-ulang, namun pengiriman TKW ke luar negeri terus saja dilakukan. Kemiskinan dan minimnya pekerjaan didalam negeri menjadi faktor utama yang mendorong eksodus TKW secara besar-besaran ke luar negeri. Menurut BNP2TKI (2010), Jumlah TKI Indonesia mencapai angka 3.271.584. Dari seluruh TKI yang ada, 4.385 orang atau 0,01 persen mengalami permasalahan di tempatnya bekerja.

Meski sekilas jumlah TKI yang kurang beruntung tersebut hanya sedikit, jika dilihat dari persentase yang hanya 0,01 persen, namun bagaimanapun mereka adalah manusia, saudara kita yang harus dibela dan mendapatkan keadilan. Satu nyawa rakyat Indonesia pun sangatlah berarti dan penting bagi sebuah bangsa yang berdaulat.
Dampak Sosial, Ekonomi dan Politik TKI.

Dari segi ekonomi, keberadaan TKI di luar negeri memang menguntungkan. Disamping mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, TKI tersebut juga menghasilkan devisa negara yang jumlahnya trilyuna setiap tahunan. Inilah yang membuat TKI seringkali dijuluki dengan Pahlawan Devisa Negara. Namun demikian, tidak sedikit dampak negatif dari keberadaan TKI baik secara sosial maupun politik.

Harus diakui, meningkatnya jumlah pengiriman TKI ke luar negeri, karena faktor ekonomi, merupakan yang terbesar, yang membawa dampak positif dan negatif bagi Indonesia dan negara tujuan. Bagi negara tujuan, TKI Indonesia adalah sumber daya bagi pembangunan negara tersebut, namun demikian, maraknya praktek TKI ilegal juga sering dikaitkan dengan meningkatnya permasalahan sosial seperti penyakit menular, obat-obat terlarang, kriminalisme, perdagangan orang, penyelundupan manusia dan bahkan terorisme.

Bagi Indonesia, keberadaan TKI berarti mendatangkan devisa bagi negara, tetapi di lain pihak mengurangi ketersediaan sumber daya pembangunan terutama di perdesaan dan hilangnya fungsi pengasuhan dalam keluarga. Tidak sedikit TKI yang mengalami perceraian sehingga menyebabkan terlantarnya anak-anak mereka. Persoalan tersebut akhirnya membawa pada kenekalan anak dan remaja.

Dampak sosial lainnya adalah maraknya pekerja anak dibawah umur dan praktek traffiking. Mereka dijanjikan pekerjaan dengan gaji besar di luar negeri, namun ternyata dieksploitasi dan menjadi korban perdagangan orang (trafficking in persons). Tindak pidana perdagangan orang akhir-akhir ini semakin marak, dengan cara menutupi kegiatannya berkedok seolah pengiriman pekerja migran perempuan ke luar negeri. Selain masalah finansial, korban sering menderita luka fisik, dan trauma, sampai pada sakit jiwa bahkan meninggal dunia.

Secara Politik, keberadaan TKI diluar negeri membuat posisi tawar Indonesia di mata negara tujuan TKI menjadi sangat lemah. Lihat saja tingkah pola Malasyia terhadap Indonesia beberapa saat yang lalu. “kenakalan” Malasyia yang seringkali melakukan provokasi politik dengan cara mengklaim kebudayaan dan tradisi Indonesia serta sering melakukan pelanggaran territorial membuat Indonesia tidak bisa berbuat banyak. Bahkan dalam Pidato SBY saat menanggapi manuver Malasyia, jelas-jelas menyebutkan bahwa adanya 2 juta TKI di Malasyia menjadi pertimbangan pemerintah dalam merespon konflik politik antara Indonesia dan Malasyia tersebut.

Keberadaan TKI membuat Indonesia menjadi bangsa yang lemah secara politik. Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia seakan tidak memiliki kedaulatan politik. Saat kebudayaan Indoensia diinjak-injak, saat kedaulatan politik dalam negeri di robek-robek oleh negara lain, Indonesia hanya bisa melakukan diplomasi, itupun dalam posisi yang sangat lemah.

Indonesia adalah bangsa yang besar, negara kepulauan terbesar di dunia, negara dengan budaya dan tradisi berbesar di dunia, negara dengan jumlah penduduk terbesar ke 3 di dunia, negara muslim terbasar di dunia, namun juga negara dengan TKI terbesar di dunia yang seringkali dicaci dan dimaki, disiksa dan dibunuh. Tentu ini menjadi refleksi kebangsaan bagi kita semua sebagai bangsa yang masih berdaulat dan memiliki harga diri.

Akhirnya, Globalisasi dan kemajuan pesat bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, membuat migrasi internasional merupakan suatu hal yang tidak dapat dicegah atau dihindari. Pemerintah RI harus terus bekerja keras dalam menggalang kerja sama dengan negara ASEAN, badan-badan internasional dan negara-negara lain di dunia, agar migrasi internasional, khususnya pengiriman TKI ke luar negeri, dapat berlangsung dengan aman dan hak-hak pekerja migran dapat dipenuhi.

Manfaat berupa perolehan devisa harus diimbangi dengan pemberian pelayanan dan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia dari sejak pra penempatan, selama bekerja di luar negeri dan setelah kembali ke tanah air. Penyempurnaan sistem pendidikan dan pelatihan keterampilan calon pekerja migran menjadi prioritas agar pekerja migran Indonesia memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi, serta mengetahui hak-haknya sebagai pekerja migran.

Namun, kalau pemerintah Indonesia tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan sosial yang diakibatkan oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, alangkah lebih baik jikalau pengiriman TKI ke luar negeri dihentikan saja, karena hanya mengakibatkan hancurnya pranata sosial keluarga dan memperlemah bergaining position Indonesia dalam konstalasi politik global.  Wallohua’lam.

Rabu, 17 November 2010

Khutbah Jum'at Pertama Rosululloh Muhammad SAW

Khutbah Jum'at Pertama Rosululloh Muhammad SAW

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagaimana dikisahkan dalam berbagai buku sejarah Rasulullah SAW, seperti Fikih Sirah, Sirah Nabawiyah, maupun Hayatu Muhammad karya Muhammad Husein Haykal, shalat Jumat pertama yang dilakukan Rasul SAW adalah di Wadi Ranuna, sekitar satu kilometer dari Masjid Quba, atau kurang lebih empat kilometer dari Madinah al-Munawwarah. Di sana kini berdiri sebuah masjid yang diberi nama Masjid Jumat.
Tentu saja, dalam shalat Jumat itu diselenggarakan khutbah Jumat yang disampaikan Rasul SAW kepada kaum Muslim. Apa isi khutbah Rasul SAW pada saat itu? Hanafi al-Mahlawi dalam bukunya Al-Amakin al-Masyhurah Fi Hayati Muhammad (Tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi Rasul SAW), isi khutbah itu adalah sebagai berikut;

"Segala puji bagi Allah, kepada-Nya aku memohon pertolongan, ampunan, dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Dia telah mengutusnya dengan petunjuk dan agama yang benar, dengan cahaya dan pelajaran, setelah lama tidak ada rasul yang diutus, minimnyua ilmu, dan banyaknya kesesatan pada manusia di kala zaman menjelang akhir dan ajal kian dekat.

Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan, barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah.

Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.

"Barang siapa yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, baik di kala sendiri maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu tidak lain kecuali hanya mengharapkan rida Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dilakukannya. Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar masanya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu akan siksa-Nya. dan Allah Mahasayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS Ali Imran [3]: 30).

Dialah Zat yang benar firman-Nya, melaksanakan janji-Nya, dan semua itu tidak pernah teringkari. Allah berfirman, "Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku." (QS Qaf [50]: 29).

Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan sekarang maupun yang akan datang, dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. "Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." (QS At-Thalaq [65]: 5). "Barang siapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar." (QS Al-Ahzab [33]: 71).

Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah menghindarkan dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan membuat wajah bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan sepenuh kemampuan kalian, dan jangan sampai kurang di sisi Allah.

Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengetahui siapa yang benar dan untuk mengetahui siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).

Maka, berbuat baiklah, sebagaimana Dia berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih dan menamakan kalian sebagai Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. (QS Al-Anfal [8]: 42).

Tiada daya upaya, kecuali hanya dengan kekuatan Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah, Allah pun akan membuat baik hubungan orang itu dengan manusia lainnya.

Karena Allah yang memberi ketetapan kepada manusia, sedang manusia tidak mampu memberi ketetapan kepada-Nya. Dia menguasai manusia, sedang manusia tidak bisa menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung."

Demikianlah isi khutbah Rasul SAW sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari, Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya Dr Mustafa Asy-Sya'kah.

Asy-Sya'kah menegaskan bahwa khutbah diatas merupakan khutbah Rasul SAW saat shalat Jumat pertama di Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Wallahu A'lam.

Jumat, 12 November 2010

Pidato Lengkap Obama Saat Mengunjungi Indonesia (10/11/2010)

Pidato Lengkap Obama Saat Mengunjungi Indonesia (10/11/2010)

Terima kasih. Terima kasih, terima kasih banyak, terima kasih kepada semuanya. Selamat pagi. (saat mengucapkan kata-kata ini dalam bahasa Indonesia, Obama disambut tepuk tangan meriah). Merupakan hari yang indah dan menyenangkan berada di sini, di Universitas Indonesia. Kepada pihak fakultas, staf, dan mahasiswa, dan untuk Dr. Gumilar Rusliwa Somantri, terima kasih banyak atas keramahan Anda. (lagi-lagi peserta kuliah umum bertepuk tangan)

Terima kasih. Terima kasih, terima kasih banyak, terima kasih kepada semuanya. Selamat pagi. (saat mengucapkan kata-kata ini dalam bahasa Indonesia, Obama disambut tepuk tangan meriah). Merupakan hari yang indah dan menyenangkan berada di sini, di Universitas Indonesia. Kepada pihak fakultas, staf, dan mahasiswa, dan untuk Dr. Gumilar Rusliwa Somantri, terima kasih banyak atas keramahan Anda. (lagi-lagi peserta kuliah umum bertepuk tangan)

Assalamu Alaikum dan salam sejahtera. Terima kasih atas sambutan yang indah ini. Terima kasih kepada masyarakat Jakarta dan terima kasih kepada masyarakat Indonesia.

Pulang kampung nih. (Diucapkan dalam Bahasa Indonesia, tepuk tangan bergemuruh lagi -Obama tertawa-) Saya sangat senang karena saya berhasil kembali ke Indonesia dan Michelle bisa datang bersama saya. Kami sempat beberapa kali membatalkan kunjungan sejak awal tahun ini, tapi saya bertekad untuk mengunjungi negara yang sangat berarti bagi saya. Dan sayangnya, kunjungan ini terlalu singkat, tapi saya berharap bisa datang kembali tahun depan ketika Indonesia menjadi tuan rumah KTT Asia Timur. (Tepuk tangan)

Sebelum melanjutkan pidato ini, saya ingin mengajak semuanya untuk mendoakan warga Indonesia yang terkena dampak tsunami baru-baru ini dan letusan gunung berapi, terutama mereka yang telah kehilangan orang yang dicintai, dan mereka yang telah kehilangan segalanya. Dan saya ingin Anda semua tahu bahwa seperti biasa, Amerika Serikat akan berdiri berdampingan berdiri dengan Indonesia dalam menghadapi bencana ini. Dan kami akan senang hati membantu jika diperlukan. Sebagai tetangga, dan keluarga, pasti akan saling membantu sesama pengungsi. Saya tahu bahwa rakyat Indonesia memiliki kekuatan dan ketahanan untuk bisa melewati ini semua.

Saya akan mulai sambutan ini dengan pernyataan sederhana: Indonesia bagian dari diri saya. (diucapkan dalam bahasa Indonesia -tepuk tangan-) Saya pertama kali datang ke negara ini ketika ibu saya menikah dengan seorang Indonesia bernama Lolo Soetoro. Dan sebagai anak muda, saya datang ke bagian dunia yang berbeda. Tetapi rakyat Indonesia dengan cepat membuat saya merasa berada di rumah sendiri.

Jakarta sekarang, tampak sangat berbeda dengan dulu. Kota ini penuh dengan bangunan tinggi. Pada tahun 1967, '68, sebagian besar dari Anda belum lahir (Obama mengucapkan ini sambil tertawa), Hotel Indonesia adalah salah satu bangunan tinggi dan hanya ada satu department store besar bernama Sarinah. Itu dia. (Tepuk tangan) Becak dan bemo, bisa kita temukan dengan mudah di sekitar kita. Tidak ada jalan raya besar seperti yang Anda miliki saat ini. Kebanyakan dari mereka jalan di jalan beraspal dan kampung-kampung.

Jadi kami pindah ke Menteng Dalam, dimana - (tepuk tangan) - hei, beberapa orang dari Menteng Dalam yang datang ke sini? (Obama menunjuk ke suatu arah -tepuk tangan-) Dan kami tinggal di sebuah rumah kecil. Kami memiliki pohon mangga di depan rumah. Dan saya belajar untuk mencintai Indonesia dengan menerbangkan layang-layang dan berjalan di sepanjang pematang sawah dan menangkap capung, membeli sate dan bakso dari pedagang kaki lima. (Tepuk tangan) Saya masih ingat teriakan dari penjualnya. Sate! (Obama tertawa) Saya ingat itu. Bakso! Enak ya? (Obama tertawa -hadirin tepuk tangan-) Tapi sebagian besar dari semua, saya ingat orang-orang, - orang tua dan wanita yang menyambut kami dengan senyum, anak-anak yang membuat anak asing merasa seperti seorang tetangga dan seorang teman, dan guru yang membantu saya belajar tentang negara ini.

Karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau, dan ratusan bahasa, dan orang-orang dari sejumlah daerah dan kelompok etnis, hal itu membantu saya ketika saya di sini, untuk menghargai hubungan antar manusia dan kemanusiaan dari semua orang. Dan ayah tiri saya, seperti sebagian besar orang Indonesia, dibesarkan oleh seorang Muslim, ia sangat yakin bahwa semua agama layak dihormati. Dan dengan cara ini - (tepuk tangan) - dengan cara ini ia mencerminkan semangat toleransi umat beragama yang diabadikan dalam konstitusi Indonesia, dan tetap menjadi salah satu karakteristik yang inspiratif. (Tepuk tangan)

Saya tinggal di sini selama empat tahun - waktu yang cukup membantu membentuk masa kecil saya. Ada waktu melihat kelahiran adik saya yang luar biasa, Maya, ada waktu yang membuat saya terkesan pada ibu saya karena dia terus kembali ke Indonesia selama 20 tahun berikutnya untuk hidup dan bekerja dan melakukan perjalanan - demi kecintaannya dengan berkesempatan mempromosikan berbagai hal di desa-desa di Indonesia, terutama kesempatan bagi perempuan dan anak-anak. Dan saya sangat tersanjung - (tepuk tangan) - Saya sangat tersanjung ketika Presiden Yudhoyono tadi malam saat makan malam, negara memberikan penghargaan atas nama ibuku, mengakui pekerjaan yang dia lakukan. Dan dia akan sangat bangga, karena ibu saya berpegang pada Indonesia dan sangat dekat dengan orang-orangnya, seumur hidupnya. (Tepuk tangan)

Begitu banyak yang berubah dalam empat dasawarsa sejak saya naik pesawat untuk pindah kembali ke Hawaii. Jika Anda meminta saya - atau dari sekolahku saya yang mengenal saya saat itu - saya tidak berpikir bahwa suatu hari nanti saya akan kembali ke Jakarta sebagai Presiden Amerika Serikat. (Tepuk tangan) Dan bisa berbagi kisah yang luar biasa dari Indonesia selama empat dekade terakhir.

Jakarta, seperti yang pernah saya kenal, telah tumbuh menjadi sebuah kota yang dipenuhi hampir 10 juta orang, dengan gedung pencakar langit seperti Hotel Indonesia, dan berkembang menjadi pusat budaya dan perdagangan. Sementara teman Indonesia saya, dan saya yang dulu berlari-lari dengan kerbau dan kambing, generasi baru Indonesia termasuk yang paling aktif online di dunia - terhubung melalui telepon seluler dan jaringan sosial. Dan sementara Indonesia sebagai bangsa muda terfokus ke dalam, Indonesia yang berkembang saat ini memainkan peran kunci di Asia Pasifik dan di ekonomi global. (Tepuk tangan)

Sekarang, perubahan ini juga meluas ke politik. Ketika ayah tiri saya masih kecil, ia melihat ayahnya sendiri dan kakak meninggalkan rumah untuk berjuang dan mati dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dan aku senang berada di sini pada Hari Pahlawan untuk menghormati sejarah Indonesia yang telah begitu banyak berkorban untuk nama negara besar ini. (Tepuk tangan)

Ketika saya pindah ke Jakarta, tahun 1967, itu adalah masa-masa terjadinya penderitaan dan konflik besar di berbagai bagian negara ini. Dan meskipun ayah tiriku pernah bertugas di Angkatan Darat, kekerasan dan pembunuhan selama pergolakan politik di masa itu, sebagian besar tidak saya ketahui karena itu tak terucapkan oleh keluarga dan teman-teman Indonesia saya. Dalam rumah tangga saya, seperti begitu banyak orang lain di seluruh Indonesia, kenangan itu tak terlihat. Indonesia memiliki kemerdekaannya, tetapi seringkali mereka takut untuk berbicara dan mengeluarkan pikiran mereka tentang berbagai isu-isu.

Pada tahun-tahun sejak waktu itu, Indonesia kini bisa melakukan transformasi demokratis yang luar biasa - dari aturan tangan besi menjadi rakyat yang berdaulat. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah menyaksikan dengan harapan dan kekaguman bahwa orang Indonesia berjalan dalam damai saat terjadi pengalihan kekuasaan dan pemilihan langsung pemimpin-pemimpin. Dan sebagaimana halnya sebuah demokrasi, Anda memilih presiden dan legislatif, demokrasi Anda ditopang oleh sebuah masyarakat sipil yang dinamis, partai politik, media massa, dan warga, bergerak bersama dan memastikan bahwa - di Indonesia - tidak akan ada berbalik dari demokrasi.

Bahkan di tanah muda saya ini, saya belajar untuk mencintai Indonesia - bahwa semangat toleransi yang ditulis ke dalam Konstitusi; dilambangkan di masjid-masjid dan gereja dan kuil-kuil yang berdiri berampingan satu sama lain; yang semangatnya terkandung pada Anda semua. (Tepuk tangan) Bhinneka Tunggal Ika - kesatuan dalam keragaman. (Tepuk tangan) Ini adalah dasar dari contoh Indonesia untuk dunia, dan ini mengapa Indonesia akan memainkan peranan penting dalam abad ke-21.

Jadi hari ini, saya kembali ke Indonesia sebagai teman, tetapi juga sebagai seorang Presiden yang mencari kemitraan yang dalam dan kekal antara kedua negara kita. (Tepuk tangan) Karena negara-negara yang luas dan beragam; sebagai tetangga di kedua sisi Pasifik, dan di atas semua sebagai demokrasi - Amerika Serikat dan Indonesia terikat bersama oleh kepentingan bersama dan nilai-nilai bersama.

Kemarin, Presiden Yudhoyono dan saya mengumumkan kemitraan komprehensif baru antara Amerika Serikat dan Indonesia. Kami meningkatkan hubungan antar pemerintah kita di berbagai daerah, dan - sama pentingnya - kita akan meningkatkan hubungan antara orang-orang kami. Ini adalah kemitraan yang setara, didasarkan pada kepentingan bersama dan saling menghormati.

Jadi dengan sisa waktu saya hari ini, saya ingin berbicara tentang kisah Indonesia di hari-hari ketika saya tinggal di sini - sangat penting bagi Amerika Serikat dan ke seluruh dunia. Saya akan fokus pada tiga daerah yang terkait erat, dan fundamental untuk kemajuan manusia - pembangunan, demokrasi dan religi.

Pertama, persahabatan antara Amerika Serikat dan Indonesia dapat memajukan kepentingan bersama dalam pembangunan.

Ketika saya pindah ke Indonesia, itu akan sulit membayangkan masa depan di mana kesejahteraan keluarga di Chicago dan Jakarta akan dihubungkan. Tapi ekonomi kita sekarang global, dan Indonesia telah mengalami berbagai hal global: dari shock krisis keuangan Asia di 90, untuk mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan karena peningkatan perdagangan. Apa artinya - dan apa yang kita pelajari dalam krisis ekonomi baru-baru ini - adalah bahwa kita memiliki sumbangsih dalam keberhasilan masing-masing.

Amerika memiliki kepentingan di Indonesia tumbuh dan berkembang, dengan kemakmuran yang secara luas dibagi di antara rakyat Indonesia - karena kelas menengah di Indonesia meningkat berarti pasar baru untuk barang-barang kami, seperti halnya Amerika merupakan pasar untuk barang-barang yang berasal dari Indonesia. Jadi kita berinvestasi lebih di Indonesia, dan ekspor kami telah tumbuh hampir 50 persen, dan kami membuka pintu bagi Amerika dan Indonesia untuk melakukan bisnis dengan satu sama lain.

Amerika memiliki kepentingan di Indonesia yang memainkan peran yang sah dalam membentuk ekonomi global. Lewatlah sudah hari-hari ketika tujuh atau delapan negara akan datang bersama untuk menentukan arah pasar global. Itu sebabnya G20 sekarang menjadi pusat kerjasama ekonomi internasional, sehingga negara-negara berkembang seperti Indonesia memiliki suara lebih besar dan juga memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk mengarahkan ekonomi global. Dan melalui kepemimpinannya kelompok anti-korupsi G20, Indonesia harus memimpin di panggung dunia dan dengan contoh dalam merangkul transparansi dan akuntabilitas. (Tepuk tangan)

Amerika memiliki kepentingan di Indonesia yang mengejar pembangunan berkelanjutan, karena cara kita tumbuh akan menentukan kualitas hidup kita dan kesehatan planet kita. Dan itulah sebabnya kami sedang mengembangkan teknologi energi bersih yang dapat kekuatan industri dan melestarikan sumber daya alam Indonesia yang berharga - dan Amerika menyambut kepemimpinan yang kuat di negara Anda dalam upaya global untuk memerangi perubahan iklim.

Di atas segalanya, Amerika memiliki kepentingan dalam keberhasilan masyarakat Indonesia. Di bawah berita utama hari itu, kita harus membangun jembatan antara orang-orang kami, karena keamanan masa depan kita dan kemakmuran bersama. Dan itu persis apa yang kita lakukan - dengan meningkatkan kerjasama antar para ilmuwan dan peneliti, dan dengan bekerja sama untuk mengembangkan kewirausahaan. Dan saya sangat senang bahwa kami telah berkomitmen untuk meningkatkan dua kali lipat jumlah mahasiswa Amerika dan mahasiswa Indonesia belajar di negara masing-masing. (Tepuk tangan) Kita ingin mahasiswa Indonesia lebih banyak di sekolah-sekolah Amerika, dan kami ingin lebih banyak siswa Amerika untuk datang belajar di negeri ini. (Tepuk tangan) Kami ingin menjalin kerja baru dan pemahaman yang lebih besar antara kaum muda di abad muda.

Ini adalah isu-isu yang benar-benar penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengembangan, setelah semua, bukan hanya tentang tingkat pertumbuhan dan angka pada neraca. Ini tentang apakah seorang anak bisa belajar keterampilan yang mereka butuhkan untuk membuatnya hidup dalam dunia yang terus berubah. Ini tentang apakah ide yang bagus diperbolehkan untuk tumbuh menjadi bisnis, dan tidak dicekik oleh korupsi. Ini tentang apakah kekuatan-kekuatan yang mengubah Jakarta, saya pernah tahu - teknologi dan perdagangan dan aliran orang dan barang - dapat mengejawantah dalam kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk semua manusia, kehidupan yang ditandai oleh martabat dan kesempatan.

Saat ini, pembangunan tidak terlepas dari peran demokrasi.

Saat ini, kita kadang-kadang mendengar bahwa demokrasi berjalan sejajar dengan kemajuan ekonomi. Ini bukan sebuah argumen baru. Khususnya dalam masa perubahan dan ketidakpastian ekonomi, beberapa orang akan berkata bahwa lebih mudah untuk mengambil jalan pintas untuk pembangunan dengan perdagangan, jauh hak manusia untuk kekuasaan negara. Tapi bukan itu yang saya lihat di perjalanan saya ke India, dan itu tidak saya lihat di sini di Indonesia. Prestasi Anda menunjukkan bahwa demokrasi dan pembangunan memperkuat satu sama lain.

Amerika tidak berbeda. Konstitusi kita sendiri berbicara tentang upaya untuk menempa sebuah "persatuan yang sempurna," dan itu adalah perjalanan yang kami tempuh selama ini. Kami telah mengalami perang saudara dan kami berjuang untuk memperoleh hak yang sama bagi semua warga negara kita. Tapi justru upaya yang telah memungkinkan kita untuk menjadi lebih kuat dan lebih sejahtera, sementara juga menjadi lebih adil dan masyarakat yang lebih bebas.

Seperti negara-negara lain yang muncul dari penjajahan pada abad lalu, Indonesia berjuang dan berkorban untuk menentukan nasib Anda. Hari Pahlawan adalah semua tentang - sebuah Indonesia yang dimiliki rakyat Indonesia. Tapi Anda juga yang akhirnya memutuskan bahwa kebebasan tidak berarti mengganti tangan yang kuat dari penjajah yang dengan kuat Anda sendiri.

Tentu saja, demokrasi berantakan. Tidak semua orang menyukai hasil setiap pemilu. Namun itu adalah perjalanan yang berharga. Dibutuhkan lembaga-lembaga yang kuat untuk memeriksa kekuatan - konsentrasi kekuasaan. Dibutuhkan pasar terbuka untuk memungkinkan individu untuk berkembang. Dibutuhkan pers bebas dan sistem peradilan yang independen untuk membasmi pelanggaran, dan mendesak akuntabilitas. Dibutuhkan masyarakat yang terbuka dan warga yang aktif untuk menolak ketimpangan dan ketidakadilan.

Ini adalah kekuatan yang akan memajukan Indonesia. Dan dibutuhkan penolakan untuk mentolerir korupsi, sebuah komitmen terhadap transparansi dalam pemerintahan, dan keyakinan bahwa kebebasan orang Indonesia adalah hasil perjuangan rakyat secara bersama-sama.

Itu adalah pesan dari orang Indonesia yang sudah mahir cerita demokrasi - dari orang-orang yang berperang dalam Pertempuran Surabaya 55 tahun yang lalu hari ini, untuk para mahasiswa yang berunjuk rasa damai untuk demokrasi pada 1990-an, untuk para pemimpin yang telah melalui jalan damai dalam masa transisi kekuasaan di abad ini. Karena pada akhirnya, itu akan menjadi hak-hak warga negara yang akan menjahit bersama Nusantara yang luar biasa ini, yang membentang dari Sabang sampai Merauke, penekanan - (tepuk tangan) - penekanan bahwa setiap anak yang lahir di negeri ini harus diperlakukan sama, apakah mereka datang dari Jawa atau Aceh; dari Bali atau Papua. (Tepuk tangan) Semua orang Indonesia mempunyai hak yang sama.

Upaya tersebut meluas ke contoh bahwa Indonesia sekarang berperan di luar negeri. Indonesia mengambil inisiatif untuk mendirikan Forum Demokrasi Bali, sebuah forum terbuka bagi negara-negara untuk berbagi pengalaman dan praktek-praktek terbaik dalam mengembangkan demokrasi. Indonesia juga berada di garis depan mendorong untuk lebih memperhatikan hak asasi manusia di ASEAN. Negara-negara Asia Tenggara harus memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri, dan Amerika Serikat akan sangat mendukung hak itu. Tetapi orang-orang Asia Tenggara harus memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri juga. Dan itulah mengapa kita mengutuk pemilu di Burma baru-baru ini yang tidak bebas dan adil. Itulah sebabnya kami mendukung pemberdayaan masyarakat sipil dalam bekerja dengan mitra di seluruh wilayah ini. Karena tidak ada alasan untuk berhenti menghormati hak asasi manusia dengan batasan-batasan negara manapun.

Bergandengan tangan, adalah jalan membangun demokrasi dan nilai-nilai tertentu yang universal. Kemakmuran tanpa kebebasan hanya bentuk lain dari kemiskinan. Karena manusia adalah makhluk sosial - kebebasan Anda mengetahui bahwa pemimpin bertanggung jawab kepada Anda, dan bahwa Anda tidak akan dipenjara karena tidak setuju dengan mereka, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan untuk dapat bekerja dengan bermartabat, kebebasan untuk mempraktekkan iman anda tanpa rasa takut atau dihalang-halangi. Itu adalah nilai-nilai universal yang harus diperhatikan di mana-mana.

Sekarang, agama adalah topik terakhir yang ingin saya bicarakan hari ini, dan - seperti demokrasi dan pembangunan - itu adalah hal fundamental di Indonesia.

Seperti negara-negara Asia lain yang saya kunjungi dalam perjalanan ini, Indonesia kental dengan spiritualitas - tempat di mana orang menyembah Allah dalam berbagai cara. Seiring dengan ini keragaman yang kaya, juga rumah bagi penduduk Muslim terbesar di dunia - kebenaran yang saya kenal sebagai seorang anak ketika aku mendengar panggilan doa (adzan) di penjuru Jakarta.

Sama seperti individu yang tidak didefinisikan semata-mata oleh iman mereka, Indonesia didefinisikan oleh lebih dari populasi Muslim. Tapi kita juga tahu bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan masyarakat Muslim telah terbakar selama bertahun-tahun. Sebagai Presiden, saya telah membuat prioritas untuk mulai memperbaiki hubungan ini. (Tepuk tangan) Sebagai bagian dari upaya itu, saya pergi ke Kairo Juni lalu, dan saya menelepon untuk sebuah awal baru antara Amerika Serikat dan umat Islam di seluruh dunia - satu yang membuat jalan bagi kita untuk bergerak melampaui perbedaan-perbedaan kita.

Saya mengatakan hal itu, dan saya akan mengulangi sekarang, bahwa tidak ada satu pidato yang bisa membasmi ketidakpercayaan. Tapi saya percaya itu, dan saya percaya hari ini, bahwa kita memang memiliki pilihan. Kita bisa memilih untuk didefinisikan oleh perbedaan ini, dan menyerah pada kecurigaan dan ketidakpercayaan. Atau kita dapat memilih untuk bekerja keras dan berkomitmen untuk terus mengejar kemajuan. Dan saya bisa menjanjikan pada Anda - tidak peduli apa kemunduran mungkin datang, Amerika Serikat berkomitmen untuk kemajuan manusia. Itulah siapa kita. Itulah yang kami lakukan. Dan itulah yang akan kita lakukan. (Tepuk tangan)

Sekarang, kita tahu juga isu-isu yang telah menimbulkan ketegangan selama bertahun-tahun - dan ini adalah masalah yang saya bahas di Kairo. Dalam 17 bulan yang lalu sejak pidato itu, kami telah membuat beberapa kemajuan, tetapi kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Warga sipil di Amerika, di Indonesia dan seluruh dunia masih menjadi target pelaku kekerasan. Saya telah menjelaskan bahwa Amerika tidak, dan tidak akan pernah, berperang dengan Islam. Sebaliknya, kita semua harus bekerja sama untuk mengalahkan al Qaeda dan afiliasinya, yang tidak mengklaim menjadi pemimpin agama apapun --- pasti bukan yang besar, agama dunia seperti Islam. Tetapi mereka yang ingin membangun tidak boleh menyerahkan tanah untuk teroris yang berusaha untuk menghancurkan. Dan ini bukan tugas Amerika saja. Di sini di Indonesia, anda telah membuat kemajuan dalam membasmi ekstremis dan memerangi kekerasan tersebut.

Di Afghanistan, kami terus bekerja dengan koalisi negara-negara untuk membangun kapasitas pemerintah Afghanistan untuk mengamankan masa depan dalam membangun perdamaian di negeri yang dilanda perang - damai yang tidak memberikan tempat yang aman bagi ekstremis kekerasan, dan yang memberi harapan bagi rakyat Afghanistan.

Sementara itu, kami telah membuat kemajuan pada salah satu komitmen utama kami - upaya kami untuk mengakhiri perang di Irak. Hampir 100.000 pasukan Amerika sekarang meninggalkan Irak, sejak saya menjadi presiden. (Tepuk tangan) Irak telah mengambil tanggung jawab penuh atas keamanan mereka. Dan kami akan terus mendukung Irak untuk membentuk pemerintahan inklusif, dan kami akan membawa pulang semua tentara kami.

Di Timur Tengah, kita menghadapi pasang surut perdamaian, tapi kami akan tetap gigih pengupayaan perdamaian. Israel dan Palestina memulai kembali pembicaraan tetapi tetap ada hambatan. Seharusnya tidak ada khayalan bahwa perdamaian dan keamanan akan datang dengan mudah. Tapi bila ada keraguan: Amerika tidak akan mengampuni upaya untuk hasil yang adil; dan itu adalah demi kepentingan semua pihak yang terlibat - dua negara, Israel dan Palestina, hidup berdampingan dalam damai dan keamanan. Itu adalah tujuan kami. (Tepuk tangan)

Taruhannya tinggi dalam menyelesaikan semua masalah ini. Untuk dunia kita telah tumbuh lebih kecil, dan sedangkan kekuatan yang menghubungkan kita telah melepaskan kesempatan dan kekayaan besar. Mereka juga memberdayakan orang-orang yang berusaha untuk menggelincirkan kemajuan. Satu bom di pasar bisa melenyapkan hiruk pikuk perdagangan harian. Satu rumor berbisik dapat mengaburkan kebenaran dan menimbulkan kekerasan antara masyarakat yang pernah hidup bersama dalam damai. Di zaman yang serba cepat dan perubahan budaya bertabrakan, apa yang kita miliki sebagai umat manusia terkadang bisa hilang.

Tapi saya percaya bahwa sejarah baik Amerika dan Indonesia harus memberi kita harapan. Ini adalah cerita yang ditulis ke dalam motto nasional kita. Di Amerika Serikat, motto kami adalah E Pluribus Unum - berbeda/plural tapi satu. Bhinneka Tunggal Ika - bersatu dalam keragaman. (Tepuk tangan) Kami adalah dua bangsa, yang memiliki jalan yang berbeda. Namun bangsa kita menunjukkan bahwa ratusan juta orang yang memiliki keyakinan berbeda dapat bersatu dalam kebebasan di bawah satu bendera. Dan kita sekarang membangun kemanusiaan bersama - melalui orang-orang muda yang akan belajar di sekolah masing-masing, melalui pengusaha yang dapat mendatangkan kesejahteraan yang lebih besar, dan melalui kami merangkul nilai-nilai demokrasi yang fundamental dan aspirasi manusia.

Sebelum saya datang ke sini, saya mengunjungi masjid Istiqlal - tempat ibadah yang masih dalam pembangunan ketika saya tinggal di Jakarta. Dan saya mengagumi menara yang membumbung tinggi dan kubah yang mengesankan dan ruang ramah. Tapi nama dan sejarah juga berbicara dengan apa yang membuat Indonesia hebat. Istiqlal berarti kemerdekaan, dan konstruksi yang berada di bagian bukti perjuangan bangsa untuk kebebasan. Selain itu, rumah ibadah bagi ribuan Muslim dirancang oleh arsitek Kristen. (Tepuk tangan)

Tempat tersebut adalah roh Indonesia. Tempat tersebut adalah pesan filsafat inklusif Indonesia, Pancasila. Di negara kepulauan yang berisi beberapa ciptaan Allah yang paling indah, pulau di atas samudra bernama perdamaian, orang memilih untuk menyembah Allah sesuka mereka. Islam berkembang, tetapi begitu juga agama lain. Pembangunan diperkuat oleh demokrasi. Tradisi kuno bertahan, bahkan meningkat.

Itu tidak berarti bahwa Indonesia adalah tanpa ketidaksempurnaan. Tidak ada negara yang sempurna. Tetapi di sini kita bisa menemukan kemampuan untuk menjembatani berbagai ras dan wilayah dan agama - dengan kemampuan untuk melihat diri Anda pada orang lain. Sebagai anak dari ras yang berbeda yang datang ke sini dari sebuah negeri yang jauh, saya menemukan semangat dalam sambutannya yang saya terima pada saat pindah ke sini: Selamat Datang. Sebagai seorang Kristen mengunjungi sebuah masjid pada kunjungan kali ini, saya menemukan itu dalam kata-kata seorang pemimpin yang bertanya tentang kunjungan saya dan berkata, "Muslim juga diperbolehkan dalam gereja. Kami adalah pengikut semua Tuhan."

Cahaya ilahi ada dalam kehidupan kita masing-masing. Kita tidak bisa menyerah pada keraguan atau rasa sinis atau putus asa. Cerita dari Indonesia dan Amerika seharusnya membuat kita optimis, karena hal itu mengingatkan kita bahwa sejarah, di samping memajukan manusia, mempererat persatuan dari berbagai bidang, dan bahwa orang di dunia ini dapat hidup bersama dalam damai. Kami, dua negara, akan bekerja sama, dengan iman dan tekad, berbagi kebenaran dengan seluruh umat manusia.

Sebagai penutup saya, saya mengucapkan kepada seluruh rakyat Indonesia: Terima kasih atas... terima kasih. Assalamualaikum. (kalimat ini semuanya diucapkan dalam Bahasa Indonesia)

Thank You.

HAYATI MAULANA NUR/Tempo Interaktif

Rabu, 10 November 2010

Sekolah itu Membosankan

Sekolah itu Membosankan
Oleh: M. Aliyulloh Hadi

Pendidikan seringkali diidentikkan dengan istilah sekolahan, paling tidak di daerah tempat saya tinggal. Ini artinya bahwa Pendidikan itu identik dengan gedung sekolah, guru, buku pelajaran, kurikulum dan tentunya biaya. Sederhananya, istilah pendidikan itu merupakan kata lain dari jenjang formal pendidikan di Indonesia, mulai dari SD, SMP, SMA dan Perguruan tinggi.

Pendidikan formal kita bukan tanpa masalah. Masalah yang paling kentara adalah dualisme menegemen pendidikan di Indonesia. Sektor pendidikan bukan hanya merupakan wilayah kerja dari Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), namun juga menjadi wilayah kerja Kementrian Agama (Kemenag). Kemdiknas mengayomi sekolah-sekolah dan perguruan tinggi umum, baik negeri maupun swasta, sedangkan Kemenag mengayomi sekolah-sekolah dan perguruan agama, juga, baik negeri maupun swasta. Kondisi tersebut, seolah menjadi penegas adanya sisa-sisa sekularisasi di sektor pendidikan nasional.

Di samping itu, permasalah lain yang juga menjadi persoalan pendidikan nasional adalah masih banyak nya lembaga-lembaga pendidikan non-formal, khususnya yang terdapat di pesantren-pesanten tradisional. Jurang pemisah antar sektor formal dan non-formal pendidikan tampak semakin nyata. Pesantren dan Madrasah Diniyah dianggap sebagai pendidikan non-formal, dan tentu hanya mendapatkan bantuan dana yang hanya “secuil” dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan formal baik yang berda di bawah Kemdiknas maupun Kemenag. Melihat fenomana tersebut, semakin menambah curam sekularisasi di sektor pendidikan di Indonesia.

Sejatinya, sistem pendidikan nasional di Indonesia merupakan warisan sistem pendidikan Eropa, khususnya Belanda. Sistem tersebut merupakan adopsi dari sistem pendidikan Belanda saat terjadi politik etis di era kolonial. Sebagai negara sekuler, Belanda tentunya memisahkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, namun anehnya sistem tersebut diterapkan di Indonesia, yang mayoritas merupakan ummat beragama, hingga detik ini.

Akan cukup panjang menyoal sistem pendidikan nasional. Penulis hanya ingin merefleksikan kondisi pendidikan di Indonesia dari pengalaman pribadi, sebagai salah satu ‘jebolan’ dari struktur pendidikan nasional di Indonesia.
Pertama, Sebagai orang yang pernah sekolah baik pada pendidikan formal dan non formal, saya merasakan sesuatu yang sangat berbeda. Dan ini mungkin menjadi pengalaman pribadi, yang bisa jadi, juga dirasakan oleh seluruh siswa-siswa yang hari ini di gembleng di dalam gedung-gedung formal pendidikan nasional.

Saat menjadi siswa baik di MI, MTs maupun MA, saya dan hampir seluruh teman-teman yang adalah para siswa yang sangat cinta dengan hari libur. Libur merupakan surga bagi kami. Libur membuat kami bahagia, meski hanya sesaat. Bermain lebih menyenangkan dari pada sekolah. Ini berarti, secara psikologis, saya dan teman-teman saya merasa bosan dengan sekolah dan tentu proses-proses di dalammya. Saya tidak tahu, apakah ini terkait dengan kemalasan saya dan teman-teman yang lain, atau memang sekolah itu tidak menyenangkan dan membuat para siswa seringkali bosan dengan rutinitas dalm pendidikan tersebut.

Selain itu, saat proses belajar mengajar, kami sangat berharap guru tidak datang ke kelas kami, kami sangat menginginkan untuk tidak ada proses belajar mengajar. Kami merasa malas dan bosan dengan apa yang menjadi rutinitas. Tidak ada variasi, tidak ada kesenangan dan tidak ada rasa nyaman mendengarkan para Guru “menceramahi” kami. Bukan hanya itu, kami juga merasa tidak termotivasi dan cendrung tidak menikmati proses belajar mengajar tersebut. Semuanya di nilai dengan angka. Saya juga tidak tahu, apakah ini memang karena kemalasan kami, atau struktur pendidikan itu yang membuat kami tidak nyaman dan selalu merasa bosan.

Hal tersebut juga saya rasakan saat menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam di kota Malang. Perasaan yang kami rasakan saat sekolah dulu, ternyata juga kami rasakan di kampus, the center of exelent, katanya. Saya dan kebanyakan teman-teman sangat gandrung dengan hari libur, jam kosong, dan beberapa yang lain, terlelap di kelas-kelas megah kampus kami. I am bored, and I always sleepy in the class, begitulah kira-kira curahan perasaan kami saat kuliah dulu. Meski ada segelintar teman-teman kami yang sangat rajin di kelas, namun saya melihat hal tersebut karena mereka terus memaksa diri dan berusaha untuk menikmati sajian parade pendidikan dalam kampus kami, bukan karena pendidikan itu nyaman dan menyenangkan.

Saat saya dan teman-teman masih duduk di bangku MI, SMP dan SMA, bebrapa dari kami, malah mendapatkan banyak hal dari apa yang bisa disebut, informal dan tidak resmi. Kebosanan-kebosanan dalam formalisme pendidikan yang kami jalani menemukan penawar saat kami berada di lingkungan-lingkungan pendidikan informal, baik itu di pondok pesantren, ngaji sorokan, maupun lembaga-lembaga kursus yang lain yang kami ikuti. Saya secara pribadi mendapatkan api dan motivasi pendidikan malah dari lembaga informal yang tidak resmi tersebut.
Saat menjadi mahasiswa, kami juga banyak mendapatkan angin segar ketika aktif di lembaga-lembaga pendidikan informal, baik itu pembaga intra kampus maupun ekstra kampus. Dan saya merasa “sepertinya” lebih mendapatkan banyak hal dari lembaga-lembaga informal yang gratisan tersebut, ketimbang dari lembaga pendidikan formal yang menggunakan biaya yang tidak sedikit. Lebih penting lagi, saya dan sebagian teman-teman yang lain lebih menikmati proses pendidikan informal tersebut.

Dari yang informal itu, kami belajar tentang arti kehidupan, arti perkawanan, arti kemanusiaan. Dari lembaga non profit tersebut, kami belajar memahami dan mencari identitas kami sendiri, belajar menulis, termotivasi untuk mebaca, berdiskusi dan banyak hal lain yang tidak kami dapatkan di bangku-bangku formal pendidikan.

15 tahun duduk di kursi pendidikan formal, saya merasa tidak mendapatkan banyak hal, kecuali hanya pengetahuan-pengetahuan yang sebenarnya dapat kami dapatkan dengan membaca. Sepanjang masa pendidikan formal tersebut, saya hanya memperoleh empat lembar ijazah tanda lulus. Selebihnya, saya mencari sendiri di lorong-lorong kehidupan nyata, di gang-gang sempit tempat kami tinggal bersama teman-teman yang lain.

Ya, semoga saja hal tersebut tidak dirasakan oleh sebagian besar alumni pendidikan formal di Indonesia. Karena kalau hal tersebut terjadi, tentu mereka akan sangat kecawa. Semoga menjadi renungan kita bersama, khusunya para pendidik dan elit lembaga pendidikan di negeri ini. Bahwa kebosanan-kebosanan yang mendera sebagai besar siswa dan siswi dalam proses belajar mengajar di Indonesia merupakan sinyalemen penting bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat membosankan dan jauh dari menyenangkan. Wallohu A’lam...

Renungan Anak Bangsa di Hari Pahlawan

Renungan Anak Bangsa di Hari Pahlawan
Oleh: ANTON DWISUNU HANUNG NUGRAHANTO

Menolak Sri Mulyani, Menolak Aburizal Bakrie, Menolak SBY, Menolak Surya Paloh dan Kaum Oligarkis adalah kewajiban anak-anak muda Indonesia. Anak Muda harus tampil secara otentik dan tidak bergantung pada modal kaum tua. Kita harus beranimemulai jaman baru. - dikutip lengkap dari milis
MENGAPA KITA HARUS MENOLAK SRI MULYANI, NEOLIBERALISME dan KONSPIRASI MODAL INTERNASIONA?

Baru-baru ini telah muncul website resmi Sri Mulyani yang digagas sebagai tonggakawal untuk memajukan Sri Mulyani Inderawati (SMI) sebagai Calon Presiden RI. Tokoh dibalik gerakan SMI for Presiden ini adalah RahmanTolleng, eksaktivis 66 yang juga dulu mendongkel Bung Karno dan membangun kekuatan politiknya di Bandung dengan mendirikan Surat Kabar 'Mahasiswa Indonesia' yang isinya hanya menjelek2kan kepribadian Bung Karno, berlagak rasional tapi akhirnya juga kalah pada rezim neofasisme Orde Baru, sebuah rezim yang juga dibangun oleh angkatan 66 dengan nada tidak bertanggung jawab. Kini eks angkatan 66 itu berulah kembali dengan mencoba sebuah gagasan untuk memenangkan politik modal asing dan Neoliberalisme yang amat-amat membahayakan kesejahteraan rakyat banyak di Indonesia.

Persoalan Neoliberalisme bukanlah persoalan jargon Pemilu saja, tapi ini persoalan realitas. Jangan bermimpi kita bisa mendapatkan neoliberalisme sesuai dengan cara-acara Amerika Serikat atau Eropa Barat. Neoliberalisme yang kita kenal bukanlah neolibrasional, kompetitif dan terbuka tapi kita adalah objek penderita darineolib itu sendiri. Untuk mencapai tahapan neoliberalisme seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat itu harus punya persyarata dasar, harus punya syarat-syarat sejarahnya sendiri dan syarat sejarah itu berpusar pada satu soal : AKUMULASI MODAL.

Negara2barat kiblat neolib telah memenangkan sejarah itu selama setidak-tidaknya 300 tahun dan kemudian sebelum sampai pada fase kapitalisme liberal, fungsi negara sudah mereka jalankan dengan benar.Adanya kedaulatan kapital, adanya hak atas modal yang diberikan negara sehingga negara menjadi otoritas yang tidak bisa dikalahkan oleh kekuatan diluar negara. Fase Neoliberalisme harus punya persyaratan :

1. Akumulasi Modal yang dibentuk sejarah yang panjang

2. Kedaulatan Kapital yang dimilikiNegara dengan Mutlak

3. Negara memiliki otoritas kuat untuk mengimbangi hal2 diluar negara.

Apa yang terjadi dengan Indonesia? Indonesia dibangkrutkan oleh sistem Orde Baru yang dilandasi pembangunan dengan hutang-hutang yang hanya melahirkan kelas atas sebagai diktator modal dan kelas menengah yang kebanci-bancian. Kelas menengah kita hanya seperti benalu dalam sistem masyarakat kelas, dia tidak independen dan dia tidak lahir dari situasi yang otentik. Lalu Negara hanya dijadikan milik oleh kaum Komprador yang berkumpul di sekitaran Oligarkis dan terakhir Negara gagal mengimbangi kekuatan-kekuatan diluar negara.

Dengan tiga antitesis syarat neoliberalisme itu bagaimana kita bisa membangun sistem kapitalis rasional ? Yang ada adalah bangsa kita disodori hanya sebagai kuli-kuli modal oleh mereka. Neoliberalisme menghendaki negara tidak ikut campur dalam persoalan arus modal dan bisnis yang berkembang di tengah masyarakat. Lalu bila hal ini terjadi maka pemodal besar akan menguasai seluruh cluster-cluster bisnis yang sebenarnya merupakan ruang gerak ekonomi rakyat tumbuh. Dengan adanya penguasaan modal besar dalam seluruh sel-sel ekonomi kita maka semua hal ditentukan oleh satu soal : DIKTATOR MODAL. Denganadanya kediktatoran modal maka jangan heran bila: Biaya RumahSakit Mahal, Biaya Sekolah Mahal, hancurnya fungsi-fungsi sosial yang bisa dikendalikan negara hanya menjadi perang modal bagi kelompok privat.

Negara tidak lagi bisa tumbuh secara natural dalam perkembangan masyarakatnya, tapi negara hanya akan menjadi alat politik bagi Pemodal. Jadi tanpa adanya tiga syarat:1. Akumulasi Modal, 2. Daulat Kapital dan 3.Kekuatan Negara sebagai penjamin fungsi sosial, maka omong kosong dengan liberalisasi.

KONSTITUSI kita adalah konstitusi yang MENGHARGAI NILAI-NILAI SOSIAL. Misi utama para pendiri bangsa ini bukan untuk memanjakan kaum konglomerasi, kaum pemodal tapi dasar konstitusi kita yang disusun pada malam gelap gulita dan disahkan di tengah kegelisahan masyarakat Jakarta menunggu pendaratan Sekutu di Tanjung Priok 18 Agustus 1945 adalah 'Berusaha secara keras dalam Meningkatkan kemakmuran bersama' adalah ironis bila kemudian tugas negara 'Mencerdaskan Kehidupan Bangsa' sebagai dasar penyelenggaraan negara menjadi negara yang' Memahalkan Biaya Pendidikan'. Hajat Hidup orang Banyak dikuasai oleh Negara, menjadi hajat hidup orang Banyak dikuasai kelompok pemodal asing.

Apabila kesadaran umum telah bangkit dalam jiwa anak-anak muda untuk merebut kembali Freeport yang menghasilkan Ribuan Trilyun untuk kesejahteraan bangsa ini, menggratiskan pendidikan dan kesehatan, apabila tambang-tambang batubara tidak lagi mainan para 'hedge-fund' asing, bila anak-anak muda berhasil menghancurkan kaum feodal yang tumbuh di daerah-daerah sebagai Raja-Raja Kecil maka kita bisa memulai jaman baru bagi IndonesiaRaya - Sebuah Kemerdekaan Kedua, setelah melewati jaman gelap begitu lama-.

Menolak Sri Mulyani, Menolak Aburizal Bakrie,Menolak SBY, Menolak Surya Paloh dan Kaum Oligarkis adalah kewajiban anak-anak muda Indonesia. Anak Muda harus tampil secara otentik dan tidak bergantung pada modal kaum tua. -Kita harus berani memulai jaman baru

Senin, 08 November 2010

Republika OnLine » Dunia Islam » Islam Mancanegara Sekjen OKI: Islamophobia Seperti Anti-Semit Tahun 1930

REPUBLIKA.CO.ID,JEDDAH--Kebencian terhadap Islam yang berkembang dewasa ini khususnya di dunia Barat dinilai seperti perasaan anti-semitisme yang pernah terjadi pada 1930-an. Sekjen OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu, menyorot perasaan benci yang berlebihan yang dialami imigran Muslim di Eropa.
Bahkan, para politikus di Barat kini cenderung menggunakan isu imigran Muslim ini untuk meraih dukungan suara saat pemilu. ''Isu ini menjadi agenda politik,'' kecamnya saat diwawancarai AFP.

''Yang mengkhawatirkan saya, otoritas politik atau partai politik bukannya menghentikan ini, tapi malah menggunakannya untuk tujuan politik mereka, untuk mendapatkan dukungan lebih besar lagi pada saat pemilu,'' kritiknya.

Ihsanoglu menambahkan, ''Saya takut bahwa kita akan melalui proses seperti yang terjadi pada awal 1930-an ketika anti-Semit menjadi masalah besar dalam politik sehingga mendorong lahirnya fasisme dan Naziisme. Saya pikir sekarang kita berada dalam tahap pertama situasi seperti itu.''

Dia memperingatkan bahwa pandemi dari fitnah terhadap Islam terus meningkat. OKI pun terus memantau Islamophobia di seluruh dunia. Dia pun mencontohkan kasus penolakan terhadap rencana pembangunan Islamic Center di dekat lokasi Ground Zero di New York dan gerakan anti cadar di Eropa yang kemudian mendorong terjadinya penyerangan fisik terhadap umat Muslim di kedua benua itu.

Masalah yang krusial, lanjutnya, telah terjadi pelembagaan sentimen anti-Muslim di Eropa, seperti larangan mendirikan menara masjid di Swiss dan larangan memakai cadar di Prancis. ''Kasus larangan cadar ini merupakan kisah yang menyedihkan, karena itu terkait dengan tradisi yang dilakukan di negara tertentu, itu sama sekali tidak berhubungan dengan Islam,'' jelasnya.

''Namun negara-negara seperti Prancis, Spanyol, dan Belanda bereaksi dengan membuat undang-undang.''

Menurutnya, alasan asimilasi yang digunakan oleh negara-negara Eropa sangat lemah. ''Mengapa asimilasi? Jika Eropa dan Barat mengkampanyekan perlindungan hak kalangan minoritas di seluruh dunia, tapi mengapa ketika datang ke Eropa lantas dikatakan harus asimilasi? Sekali lagi, ini menunjukkan standar ganda,'' kritiknya

Minggu, 07 November 2010

Panggung Kekerasan Terhadap Anak

Panggung Kekerasan Terhadap Anak
Oleh: M. Aliyulloh Hadi

Bangsa ini mungkin telah ditakdirkan menjadi bangsa yang tidak hanya selalu dirundung berbagai krisis multi dimensional (ekonomi, politik, sosial, budaya), namun juga menjadi bangsa yang tidak mampu menjadikan negeri ini tempat yang nyaman bagi putra putrinya. Bagaimana tidak, anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang, cinta, pendidikan yang layak serta perlindungan dari orang tuanya, ternyata kini terlantar di tengah kerumunan dunia global yang penuh dengan nilai kekerasan destruktif, intrik dan keculasan hidup. Ironisnya, hal ini banyak terjadi di luar nalar sadar orang tua mereka.

Anak terlantar dalam realitas sosial yang asing dan tidak pernah mereka kenal (unknown world). Dunia yang tidak mereka ciptakan sendiri (uncreated world). Mereka hidup di belantara kepentingan orang dewasa yang senantiasa melihat sesuatu hanya berdasarkan logika “untung rugi”. Anak yang polos seringkali menjadi obyek eksploitasi bahkan menjadi komoditas. Mereka menjadi korban hasrat kerakusan ekonomi pasar yang semakin buas.

Tiap hari, anak-anak disuguhi parade kekerasan, baik kekerasan fisik (phisical violences) maupun kekerasan simbolik (symbolic violences). Berjibun nilai negatif-destruktif secara terus menerus menerobos dinding-dinding kultural anak. Kita saksikan bersama, bagaimana kekerasan fisik hampir tiap hari mereka konsumsi, kekerasan di dalam keluarga, kekerasan terhadap anak, pencabulan anak di bawah umur, perdagangan anak dan penyakit sosial lain yang dilakukan orang dewasa, yang seringkali merenggut kebahagiaan bahkan merenggut nyawa anak tak berdosa tersebut. Tentu kita masih ingat, kisah memilukan tentang tiga bocah, satu di Cilincing (Jakarta Utara) dan dua di Serpong (Kabupaten Tangerang), telah menorehkan catatan hitam bagi dunia anak Indonesia pada awal 2006. Eka Suryana (7) dibunuh di Cilincing, sementara Indah Sari (3,5) dan Lintang Syaputra (11 bulan) dibakar di Serpong. Semuanya terjadi di rumah sendiri, pelakunya ibu dan kerabat sendiri.

Di sisi lain, tindakan kekerasan, teror, horor dan keberutalan seperti yang terjadi di Priok, NTB, ambon, sampit, aceh dan beberapa daerah lainnya, sungguh menjadi pemandangan yang tak sedap yang juga meracuni anak-anak bangsa yang masih lugu tersebut. Tidak hanya itu, anak ternyata juga terlibat dalam satu proses penciptaan kekerasan di tengah teater citra-citra kekerasan. Tayangan televisi, video, majalah, komik dan mainan yang sarat dengan muatan-muatan kekerasan juga menjadi konsumsi keseharian mereka.

Realitas kekerasan sosial yang selama ini terjadi dan disaksikan oleh anak, sebagaimana dijelaskan oleh Peter L. Berger & Thomas Luckman, memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan pribadi anak. Bahwa apa yang anak terima sebagai relitas, sebagai pengetahuan, semuanya dikonstruksi secara sosial. Sehingga ketika konstruksi sosial dipenuhi oleh relitas kekerasan, maka anak akan terkonstruk menjadi anak yang memiliki domain dan kecendrungan untuk melakukan kekerasan dalam hidupnya.

Munculnya kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak, misalnya pembunuhan oleh anak kecil yang masih berusia 11 tahun yang terjadi di kediri beberapa waktu yang lalu, dan juga kasus-kasus prilaku seks menyimpang yang juga dilakukan oleh anak di bawah umur di beberapa daerah lain, benar-benar menjadi bukti bahwa nasib anak di negeri ini ada pada titik nadir.

Inilah bukti nyata bahwa anak-anak kita telah terkonstruk dalam konstruksi sosial yang penuh spirit kekerasan. Anak-anak selalu berdialog dengan realitas dan imajinasi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, persaingan. Dunia yang di dalamnya mengajarkan pada anak-anak untuk hidup survive berdasarkan hukum neo-social-darwinist sebagai fighting machine yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi libido kekerasan manusia.

Dua realitas kekerasan - fisik dan simbolik - tersebut kiranya sudah lebih dari cukup untuk menghantarkan anak-anak bangsa ini menjadi generasi yang memiliki karakter dan mainset brutal, liar dan cinta kekerasan. Mereka menjadi generasi yang, menurut Erich Fromm, mengidap sifat “ekstasi penghancur”, sosok generasi yang menjadikan kekerasan sebagai hobi dan gaya hidup.

Lalu, sebagai orang tua, atau paling tidak sebagai orang dewasa, apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan anak-anak tersebut? Apakah kita akan membiarkan anak-anak tumbuh menjadi manusia tanpa perasaan, empati dan kasih sayang? Tentunya seluruh komponan bangsa ini tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh politik, media, pemerintah dan masyarakat secara umum, memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak dari virus-virus sosial yang akut tersebut. Usaha untuk mengidentifikasi akar permasalahan sekaligus menarik titik kesimpulan dalam menemukan alternatif pemecahannya, menjadi mendesak untuk dilakukan.

Perlu Kesadaran Kolektif
Problem sosial yang terjadi pada anak merupakan tanggung jawab komunal bangsa ini. Namun, secara lebih spesifik, orang tua, media dan pemerintah memiliki peran yang sangat signifikan dalam membangun skenario nasional, menyelamatkan anak bangsa dari sergapan nilai-nilai negatif-destruktif yang menyebar seiring dengan bergulirnya globalisasi di semua lini kehidupan.

Keluarga merupakan variabel penting dalam membentuk karakter anak. Orang tua harus mampu memberikan pendidikan nilai melalui penanaman citra-citra positif dalam kehidupan keluarga. Orang tua juga harus mampu memberikan lingkungan yang kondusif yang penuh dengan nilai keindahan, kedamaian, empati, dan kasih sayang dengan selalu menjaga keharmonisan keluarga. Selain itu, orang tua harus mampu menyeleksi tanyangan media yang hampir tiap hari mereka konsumsi. Media, baik cetak maupun elektronik, sering kali menyajikan tayangan yang penuh dengan nilai kekerasan, kebencian, seksualitas dan kebrutalan hidup. Tentu saja karena media selalu berpacu untuk mengejar rating. Yasraf A. Piliang dalam Transpolitika(2005), dinamika politik di era virtualitas, menghimbau kepada orang tua untuk segera mengajak anak untuk melakukan diet informasi, diet game, dan diet berbagai media kekerasan lainnya seperti televisi, video dan film.

Media juga memiliki peran dominan dalam membentuk karakter anak. Media seringkali melakukan kekerasan digital terhadap anak. Media menyajikan tayangan panas, pencabulan dan pornografi lewat video, televisi, film, komputer dan internet yang merusak batas-batas dunia anak yang polos. Media telah memperkosa dunia anak dan menggantinya dengan kekerasan dunia orang dewasa.

Pelaku media baik pemerintah maupun swasta harus melakukan evaluasi terhadap tanyangan mereka yang selama ini juga dikonsumsi oleh anak. Media harus merubah paradigma berfikirnya yang selama ini hanya berorientasi pada pasar tanpa memperdulikan ekses negatif terhadap perkembangan mental anak. Media harus mau memikirkan nasib generasi bangsa ini, karena di era digital, interaksi anak dengan media sangatlah dominan. Sudah saatnya pelaku media berfikir untuk juga memberikan tayangan yang mengandung nilai edukatif dan konstruktif kepada anak.

Dalam relasi struktural, pemerintah harus mampu menelurkan kebijakan yang pro terhadap kepentingan anak, baik berupa undang-undang maupun menyediaan fasilitas untuk proses pendidikan anak. Pemerintah juga harus memiliki sikap yang tegas terhadap media nakal yang sering mengeksploitasi pornografi, porno-aksi dan kekerasan sebagai sekedar komoditas pasar. Kontrol pemerintah terhadap media perlu dipertegas kembali, lebih lebih di tengah menjamurnya industri media di tanah air di era euforia kebebasan media saat ini.

Akhirnya, apapun yang dilakukan oleh orang tua, pihak media maupun pemerintah tidaklah cukup untuk menghapus pelbagai problem sosial yang terjadi pada anak. Diperlukan tranformasi dan kampanye secara terus menerus kepada masyarakat secara umum untuk menyelamatkan kehidupan anak. Seluruh stake holder bangsa ini perlu duduk bersama untuk merancang gerakan nasional menyelamatkan anak bangsa. Wallohu'alam...

Sabtu, 06 November 2010

Orang Waras dan Orang Gila

Orang Waras dan Orang Gila
Oleh: M. Aliyulloh Hadi

Beberapa kali saya melihat orang gila dijalanan yang saya lewati. Saya sempat berfikir, bagaimana mereka bisa bertahan hidup? mereka tidak punya pekerjaan, tidak memiliki tempat tnggal, tidak memiliki penghasilan dan seringkali di acuhkan oleh keluarga dan masyarakat. Saya berusaha berfikir sejenak sambil terus mengamati prilaku mereka, khususnya bagaimana mereka mengisi perut mereka setiap hari.

Setelah memperhatikan prilaku orang gila di beberapa tempat yang sempat saya kunjungi, ternyata orang gila memiliki banyak cara untuk mendapatkan makanan. Sebagian dari mereka mengambil sisa-sisa makanan di tong sampah, meminta uang kepada para pedagang di pasar dan sebagian lagi langsung meminta makanan kepada beberapa pedagang makanan di pasar ataupun di pinggiran jalan raya. Menurut saya, itu semua halal, kalau toh mereka mencuri itu karena memang mereka sudah tidak memiliki akal dan masyarakat akan memaklumi hal itu.

Setelah memahami prilaku orang gila dalam mengisi perut mereka, saya mulai membandingkan prilaku orang gila dan orang waras dalam hal mengisi perut. Dalam hal ini saya rasa orang waras harus banyak belajar kepada orang gila. Memang nafsu makan orang gila tidak hilang meski akal mereka telah lenyap entah kemana, namun meraka selalu hidup bersahaja.

Namun anehnya, orang waras yang memiliki akal sehat ternyata menjadi lebih serakah. orang gila akan merasa puas setelah perutnya kenyang. Ini berbeda dengan kebanyakan orang yang masih waras. Orang waras seringkali masih saja merasa kekurangan meski perutnya sudah sangat kenyang. Orang waras tidak pernah puas dengan semua yang ia peroleh, merasa kurang dan kurang, bahkan sebagian dari orang waras itu seringkali "mencuri" hak orang lain, melakukan korupsi dan memperkaya diri dengan cara yang tidak benar. Akal yang masih dimiliki oleh yang mengaku masih waras seharusnya menjadi pengendali nafsu yang melakat dalam diri, bukan sebaliknya.

Akhirnya, kesimpulan saya bahwa "orang waras tidak lebih baik daripada orang gila ketika orang waras tersebut memiliki nafsu yang lebih gila dari orang gila". Jangan-jangan orang gila itu menertawakan kita yang mengaku waras padahal sebanarnya gila .wallohu'alam..

BJ Habibie Beri Kuliah Iptek di Kongres HMI

VIVAnews - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) akan menggelar kongres pada 6-10 November 2010 di Graha Insan Cita, Depok, Jawa Barat. Ketua Pengurus Bear HMI Arip Mustopha mengatakan, mantan Presiden BJ Habibie akan memberi kuliah umum pada acara itu.
"BJ Habibie merupakan ikon Iptek Indonesia. HMI ingin fokus pada penguasaan Iptek bangsa ini," kata Arip Mustopha kepada VIVAnews.com, Jumat 5 November 2010.

Selain Habibie, sejumlah tokoh juga akan menjadi pembicara dalam acara itu. Mereka antara lain, Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Mahfud MD, dan Anis Baswedan.

Menurut Arip agenda dua tahunan itu akan memilih ketua baru. Dalam kongres kali ini ada 12 kandidat yang sudah dinyatakan lolos seleksi dan akan bertarung dalam kongres itu.

Keduabelas kandidat itu akan memperebutkan 171 suara cabang di putaran pertama dan 371 suara peserta pada putaran kedua. Arip menambahkan, meski sejumlah alumni telah menjadi tokoh elit di sejumlah partai politik dia memastikan HMI tidak mengganggu independensi HMI.

"Variabel partai bisa dikatakan nggak ada. Misalnya Mas Anas (Ketua Umum Demokrat) siapapun jadi (ketua) dianggap adik. Begitu juga Bang Akbar Tanjung (Golkar), Viva Yoga (PAN) juga," kata dia.

Sementara itu, salah satu kandidat, Aulia Kosasih mewacanakan perlunya HMI mengakomodasi UU Pemuda. Dalam UU itu diatur usia pemuda maksimal 30 tahun. Dia berharap ketua terpilih nantinya berusia di bawah 30 tahun.

"Untuk mewujudkan HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang modern dan dinamis, ketuanya mesti dari kalangan muda. Lebih baik jauh dibawah usia maksimal dalam UU Pemuda," katanya.

HMI merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang penting dalam sejarah demokrasi republik ini. Organisasi yang dibentuk pada 1947 itu telah melahirkan sejumlah tokoh berpengaruh seperti Akbar Tanjung, Nurcholis Madjid, dan Anas Urbaningrum.

Jumat, 05 November 2010

Letusan Merapi Dulu dan Sekarang

Jakarta - Letusan Gunung Merapi yang terjadi pada Jumat (5/11/2010) dini hari kemarin sangat dahsyat. Bahkan, letusan yang menewaskan 69 orang tersebut adalah yang paling dahsyat dalam 100 tahun terakhir. Bagaimana letusan Gunung Merapi tahun ini dibanding tahun-tahun sebelumnya?
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Dr Sukhyar, letusan Merapi yang berentetan sejak Rabu 3 November merupakan letusan terbesar selama 100 tahun terakhir. Letusan ini juga masuk kategori terbesar selama 30 tahun setelah Gunung Galunggung bererupsi.

"Merapi selama 100 tahun belum pernah ada letusan seperti ini. Ini merupakan letusan besar dalam kurun waktu 30 tahun. Terakhir letusan terbesar kedua setelah Galunggung pada tahun 1982," kata Dr Sukhyar di Yogyakarta, Jumat (5/11/2010) kemarin.

Dibanding pada 2006 lalu, letusan Gunung Merapi kali ini memang jauh lebih besar. Jika letusan Merapi 2006 lalu hanya membutuhkan waktu 7 menit untuk erupsi, letusan tahun ini hingga erupsi berkali-kali dengan waktu yang tak terhitung. Bahkan letusan Merapi tahun ini merupakan yang terbesar dalam kurun waktu 140 tahun terakhir.

"Kalau letusan besar sebelumnya tahun 1870, berarti kali ini yang terbesar setelah 140 tahun," ujar Sukhyar.

Karakteristik Merapi yang selama ini dikenal masyarakat adalah biasanya membentukan kubah lava setelah erupsi. Ketika kubah lava itu gugur akibat erupsi, selanjutnya maka terjadilah awan panas.

"Kita hampir melupakan kalau Gunung Merapi itu pernah eksplosif sekali. Dan sekarang ini letusannya eksplosif vertikal. Dengan ketinggian awan panasnya mencapai 7,5 km," jelas Sukhyar.

Luncuran awan panas Merapi kali ini pun jauh lebih panjang dari sebelumnya. Daerah bahaya diperluas dari 10 km diperpanjang menjadi 15 km hingga akhirnya diperpanjang lagi menjadi 20 km.

Hingga saat ini, total korban tewas lebih dari 100 orang, termasuk kuncen Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Mbah Maridjan tewas saat Merapi mengeluarkan Erupsi pada 26 Oktober lalu.

Lebih dari 40 ribu pengungsi saat ini tersebar di beberapa kabupaten di Yogyakarta dan Jawa Tengah seperti Kabupaten Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang.

Bahkan, untuk memantau langsung kondisi Merapi, Presiden SBY mulai hari ini ngantor di Yogyakarta sampai batas waktu yang belum ditentukan. SBY juga telah menetapkan bahwa bencana Letusan Merapi ini ditangani langsung oleh BNPB (detik.com)

Nasab dan Nasib

Nasab dan Nasib
Oleh: M. Aliyulloh Hadi

Sebagai manusia, kita tidak dapat memilih untuk menjadi laki-laki atau perempuan, menjadi anak bupati atau pedagang asongan, tidak pernah dapat memilih untuk dilahirkan dari rahim keluarga berada atau dari keluarga kurang berada. Semuanya adalah taken for granted, sudah ditentukan dari 'sono' nya. Namun demikian sebagai seorang manusia, kita dianugerahi potensi yang sama oleh Sang Pencipta. Dari bangsa manapun dan dari keluarga apapun kita berasal, Tuhan telah menganugrahkan kepada manusia fisik yang sempurna, akal yang sehat, otak yang cerdas, hati yang halus dan peka serta jiwa yang lapang. Sebagian kecil dari manusia memang diciptakan dalam penciptaan yang kurang sempurna, ada yang cacat mental dan cacat fisik sejak dari lahir, namun hal tersebut sudah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa. Mereka tidak dapat memilih, tidak dapat meminta untuk bisa menjadi sempurna seperti manusia pada umumnya.
Sebagai manusia yang diciptakan dalam Kesempurnaan dhohir dan bathin (fisik dan mental), tentu kita harus selalu bersyukur. Rasa syukur tersebut salah satunya termanifestasikan dengan cara menggunakan kesempurnaan tersebut secara maksimal untuk hal-hal yang positif dan mengerahkan potensi tersebut untuk kebaikan alam smesta. Karena kesempurnaan itulah yang membuat Tuhan 'menvonis' manusia sebagai fi ahsani taqwim, puncak ciptaan yang paling sempurna dari semua mahluk yang telah diciptakan-Nya. Kesempurnaan pada manusia itulah yang membuat Tuhan mendaulat manusia sebagai Kholifah fil ardh, pemimpin di muka bumi.

Namun demikian, tidak sedikit dari kita yang menyianyiakan kesempurnaan tersebut. Bahkan sebagian dari kita tidak pernah tahu dan mencari tahu bagaimana filosofi penciptaan manusia, untuk apa manusia diciptakan, bagaimana manusia diciptakan dan apa sebenarnya tujuan hidup manusia itu. dalam note pendek ini, penulis tidak akan membahas hal tersebut. Saya hanya ingin melakukan refleksi untuk diri sendiri sebagai salah satu mahluk yang diciptakan sebagai manusia.

Potensi yang diberikan pada manusia adalah 'sangu' dari Tuhan untuk mencapai kemuliaan hidup sebagai pemimpin di muka bumi. Karena manusia memiliki potensi yang sama, sehingga kemulian hidup itu hanya akan diperoleh oleh manusia yang benar-benar menggunakan potensi tersebut secara maksimal. Saya termasuk orang yang tidak 'beriman' dengan kepecayaan nahwa Nasab menentukan Nasib, karena nasab adalah sesuatu yang termasuk dalam katagori 'irodah' Tuhan yang taken for granted bagi manusia. Dalam hal Nasab, manusia tidak pernah bisa memilih. Mungkin anda dilahirkan dari keluarga yang yang terpandang, berdarah 'biru', ningrat ataupun kaya raya, mungkin juga sebagian dari anda dilahirkan dari keluarga yang sebaliknya. dalam hal tersebut, kita memang tidak memiliki daya dan upaya, itu sudah taqdir, titik.

Sifat Keadilan Tuhan membuat saya 'beriman' bahwa hanya Kasb, ikhtiar manusia lah yang menentukan nasib manusia, bukan nasab, bukan garis keturunan, bukan riwayat keluarga, bukan juga karena dia suku tionghoa, suku badui, suku melayu, suku arab ataupun suku-suku lainnya. Kemulian hidup itu adalah berkat daya dan upaya manusia yang berusaha untuk mencapainya, darimanapun dia, seperti apapun warna kulitnya, apapun golongan darahnya. Semua orang berhak untuk hidup mulia, semua orang berhak untuk bernasib baik, dan semua orang berhak untuk sukses.

Inilah isyarat dari firman Tuhan "mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu", "kemulyaan itu berdasarkan ketaqwaan", "nasib kaum itu bedasarkan bagaimana ia merubahnya". Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah dan dalam kondisi merdeka. Bahwa Manusia itu sama-sama memiliki peluang untuk bernasib baik atau bernasib buruk dan hal tersebut ditentukan oleh amal perbuatan. Manusia bebas untuk memilih, dan ia bertanggungjawab atas pilihannya tersebut. Dan akhirnya, tentunya kita tidak boleh membanggakan diri karena berasal dari garis keturunan ningrat priyayi, sebaliknya, kita juga tidak boleh rendah diri karena berasal dari keluarga yang kurang beruntung. Sebagai manusia, kita seharusnya bersikap wajar dengan latar belakang yang kita miliki, sembari terus berupaya untuk melakukan yang terbaik. Sayyidina Ali RA, Sahabat dan Keponakan Rosululloh pernah mengatakan yang kurang lebih sebagai berikut: "laisal fata man yaqul hadza abi, walakinnal fata alladzi yaqulu hadza ana" (seorang pemuda bukanlah ia yang mengatakan "inilah ayahku", tapi ia adalah yang berkata "ini aku")Walluhua'lam...